Jumat, 13 September 2013

Coronary Atherosclerosis



BAB I
   TINJAUAN TEORI
 
   Coronary Atherosclerosis



 
1.1.1 Definisi / Pengertian
Arteriosklerosis atau pengerasan arteri adalah suatu proses dimana serabut otot dan lapisan endotel arteri kecil dan arteriola mengalami penebalan. Aterosklerosis merupakan proses yang berbeda yang menyerang tunika intima arteri besar dan medium. Proses tersebut meliputi penimbunan lemak, kalsium, komponen darah, karbohidrat dan jaringan fibrosa pada tunika intima arteri. Penimbunan tersebut dikenal sebagai “ateroma” atau “plak”.

1.1.2        Etiologi / Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : usia diatas 40 tahun dan jenis kelamin laki-laki. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : diet tinggi lemak / kolesterol, tekanan darah tinggi, diabetes melitus dan merokok.
1.      Diet tinggi lemak : lemak, yang tak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein yang larut dalam air, yang memungkinkan dapat diangkut dalam system peredaran darah. Tiga elemen metabolisme lemak antara lain : kolesterol total, LDL, HDL. LDL menyebabkan efek berbahaya pada dinding arteri dan mempercepat proses aterosklerosis.
2.      Hipertensi dapat mempercepat pembentukan lesi aterosklerotik pada pembuluh darah bertekanan tinggi, dapat menyebabkan stroke.
3.      Diabetes Melitus juga mempercepat proses aterosklerotik dengan menebalkan membran basal pembuluh darah besar maupun kecil.
4.      Merokok adalah salah satu faktor risiko yang paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke ekstremitas dan meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah dengan menstimulasi system saraf simpatis. Selain itu nikotin juga meningkatkan kemungkinan pembentukan bekuan darah dengan cara meningkatkan agregasi trombosit. Karena karbon monoksida mengikat hemoglobin lebih cepat dibandingkan oksigen maka hal tersebut dapat menurunkan jumlah oksigen jaringan. Jumlah rokok yang dihisap berbanding langsung dengan parahnya penyakit. Menghentikan rokok dapat menurunkan risiko.
5.       Faktor lain seperti obesitas, stres, dan kurang gerak diidentifikasi ikut berperan dalam psoses penyakit ini. Semakin banyak factor risiko yang dimiliki, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya penyakit ini.
1.1.3  Patofisiologi



Akibat langsung aterosklerosis pada arteri meliputi penyempitan (stenosis) lumen,obstruksi oleh trombosis, aneurisma (dilatasi abnormal pembuluh darah), ulkus dan ruptur. Akibat tidak langsungnya adalah malnutrisi dan fibrosis organ yang disuplai oleh arteri yang sklerotik tersebut. Semua sel yang berfungsi aktif memerlukan suplai darah yang kaya akan nutrisi dan oksigen dan peka terhadap setiap penurunan suplai nutrisi tersebut. Bila penurunan tersebut berat dan permanen, sel-sel tersebut akan mengalami nekrosis (kematian sel akibat kekurangan aliran darah) dan diganti oleh jaringan fibrosa yang tidak memerlukan banyak nutrisi. Aterosklerosis terutama mengenai arteri utama sepanjang percabangan arteri biasanya berbentuk bercak-bercak. Cabang arteri yang terkena biasanya pada bagian bifurkasio. Banyak teori berusaha menjelaskan mengapa dan bagaimana ateroma terbentuk. Lesi utama yaitu ateroma merupakan plak lemak dengan penutup jaringan fibrosa perlahan-lahan menutup lumen pembuluh darah. Tidak satupun teori yang secara lengkap menjelaskan patogenesisnya, namun beberapa bagian dari berbagai teori tersebut dapat dikombinasikan menjadi teori “Reaksi terhadap Cedera.” Menurut teori ini cedera sel endotelial pembuluh darah diakibatkan oleh gaya hemodinamika berkepanjangan seperti gaya-gaya robekan dan aliran turbulensi, radiasi, bahan kimia, atau hiperlipidemia kronis terjadi pada system arteri. Cedera pada endotelium meningkatkan agregasi trombosit dan monosit pada tempat cedera. Sel otot polos akan bermigrasi dan berploriferasi sehingga terbentuklah matriks kolagen dan serabut elastis. Mungkin tidak ada penyebab atau mekanisme tunggal dalam pembentukan aterosklerosis melainkan melibatkan berbagai proses. Secara morfologis lesi aterosklerosis terdiri atas dua jenis : bercak lemak dan plak fibrosa. Bercak lemak berwarna kuning dan halus, sedikit menonjol kedalam lumen arteri dan tersusun atas lemak dan sel-sel otot polos yang memanjang. Lesi seperti ini dapat dijumpai pada semua kelompok umur termasuk anak-anak. Belum jelas apakah bercak lemak tersebut merupakan predisposisi pembentukan plak fibrosa atau dapat menghilang lagi. Biasanya tidak menimbulkan gejala klinis. Plak fibrosa merupakan ciri khas aterosklerosis, tersusun oleh sel otot polos, serabut kolagen, komponen plasma dan lemak. Berwarna putih sampai kuning keputihan dan menonjol dalam berbagai derajat ke lumen, sampai suatu saat tonjolan tersebut menyumbat. Plak ini terutama ditemukan di aorta abdominal, arteri koroner, poplitea dan karotis interna. Plak ini dianggap tidak reversible. Penyempitan bertahap lumen arteri saat proses penyakit berkembang, menstimulasi perkembangan sirkulasi kolateral. “jalan pintas” pembuluh darah tersebut memungkinkan perfusi berlanjut ke jaringan di bagian atas sumbatan arteri, tetapi biasanya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dan terjadilah iskemia. Pembuluh kolateral bisa memenuhi kebutuhan jaringan atau bisa juga tidak. Skema patofisiologi penyakit dikaitkan dengan munculnya masalah keperawatan dapat dilihat pada lampiran.
1.1.4  Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis akibat aterosklerosis tergantung pada organ atau jaringan yang terkena. Aterosklerosis koroner (penyakit jantung), angina dan infark miokardium dibahas tersendiri oleh kelompok lain. Bila mengenai otak dapat menyebabkan penyakit serebrovaskuler seperti iskemia serebral transien atau TIA dan stroke. Pada aorta dan lesi aterosklerotik pada ekstremitas juga dapat terjadi. Bila terjadi oklusi atau sumbatan pada arteri perifer maka akan timbul gejala seperti nyeri saat aktifitas dan hilang saat istirahat (klaudisio intermiten), nyeri yang terus menerus (saat istirahat) dapat terjadi jika oklusi semakin berat dan terjadi iskemia kronis. Perubahan warna kulit seperti menjadi pucat atau sianosis dan pada palpasi terasa dingin. Akibat suplai nutrisi yang kurang akan terjadi tanda-tanda hilangnya rambut, kuku rapuh, kulit kering dan bersisik, atropi dan ulserasi. Bisa juga terjadi edema bilateral atau unilateral akibat posisi ekstremitas yang terlalu lama menggantung.
1.1.5. Pemeriksaan Diagnostik
Tergantung kebutuhannya beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis PJK dan menentukan derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang invasive sifatnya.
1.      Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.
2.      Foto Rontgen Dada
Dari foto roentgen dada dokter dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya biasanya jantung terlihat membesar.
3.      Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai factor resiko. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung.
4.      Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan, biasanya dokter jantung/ kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan treadmill.
Dalam kamus kedokteran Indonesia disebut jentera, alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostic PJK. Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal. Dari hasil teradmil ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaan dengan teradmil ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka untuk wanita hanya 72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset sekitar 16%, artinya dari 100 orang pria penderita PJK yang terbukti benar hanya 84 orang. Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi jantung. Pemeriksaan ini sampai sekarang masih merupakan “Golden Standard” untuk PJK. Karena dapat terlihat jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arterikoroner, apakah ringan,sedang atau berat bahkan total.
5.      Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatanlengan atau melalui pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alar rontgen langsung ke muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus mengenai beberapa pembuluh koroner. Atas dasar hasil kateterisasi jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan factor resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang dikenal dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan istilah ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula dipasang stent, semacam penyangga seperti cincin atau gorng-gorong yang berguna untuk mencegah kembalinya penyempitan. Bila tidak mungkin dengan obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain adalah dengan melakukan bedah pintas koroner.
1.1.6.  Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan aterosklerosis secara tradisional tergantung pada modifikasi faktor risiko, obat-obatan dan prosedur bedah tandur (penggabungan dua pembuluh darah yang masih memiliki aliran bagus). Pemberian obat-obatan untuk menurunkan kadar lemak darah disertai modifikasi diet dan latihan. Jenis obat yang digunakan antara lain : sekuestran asam empedu (kolestiramin atau kolestipol), asam nitrotinat, statin lovastatin, mavastin dan simpastatin), asam fibrat (gemfibrosil) dan terapi penggantian estrogen. Prosedur bedah tandur dilakukan berdasarkan pada angiogram yang dapat memperlihatkan tingkat obstruksinya. Prosedur bedah vaskuler dibagi menjadi 2 kelompok yaitu inflow yang menyuplai darah dari aorta ke arteri femoralis, dan prosedur outflow yang menyuplai darah ke pembuluh di bawah arteri femoralis. Bila obstruksi terletak setinggi aorta atau arteri iliaka, diperlukan inflow darah yang baru. Prosedur bedah pilihan adalah tandur aorta iliaka. Bila mungkin anastomosis bagian distalnya disambungkan pada arteri iliaka, sehingga seluruh prosedur pembedahan dapat dikerjakan seluruhnya dalam abdomen. Namun bila arteri iliaka mengalami penyumbatan atau aneurisma, anastomosis distalnya harus disambungkan ke arteri femoralis (aorta bifemoral). Bila dilakukan inflow pada pasien namun kondisi pasien tersebut tidak memungkinkan untuk pembedahan abdomen, yang dapat menyebabkan berbagai variasi tekanan darah dan memerlukan waktu pembedahan yang lama, maka dapat dilakukan prosedur inflow dari arteri aksilaris ke arteri femoralis. Kedua arteri aksilaris dapat dipakai untuk inflow. Hal ini penting karena kebanyakan pasien tersebut juga mengalami penyumbatan pembuluh darah seperti gagal ginjal kronis yang memerlukan cuci darah. Misalnya, bila digunakan arteri aksilaris kanan, maka dapat disambungkan ke tandur yang disambungkan ke arteri femoralis kiri (bila arteri femoralis ini adekuat) untuk menyuplai kedua tungkai. Jadi pasien menerima tandur aksiler-femoral dari kanan ke kiri. Apabila kedua sisi memerlukan darah, maka tandur aksiler-bifemoral lebih diutamakan. Apabila penyumbatan aterosklerosis terletak di bawah ligamen inguinalis di arteri femoralis superfisialis, pembedahan pilihannya adalah tandur femoral popliteal. Bila anastomosis distal dilakukan di atas lutut mungkin perlu dipakai bahan prostetis untuk tandur. Namun bila anastomosis distalnya di bawah lutut, yang diperlukan adalah tandur vena safena agar tetap paten. Pembuluh darah yang tersumbat di daerah tungkai bawah dan pergelangan kaki juga memerlukan tandur. Terkadang seluruh arteri poplitea tersumbat dan hanya terdapat sirkulasi kolateral. Oleh sebab itu tandur dibuat dari femoral ke arteri tibialis atau arteri peroneal. Tandur memerlukan vena asli agar tetap paten. Vena asli adalah vena autolog, biasanya vena safena magna atau parva atau kombinasi keduanya untuk memperoleh panjang yang diperlukan. Kepatenan tandur ditentukan oleh berbagai hal mencakup ukuran tandur, lokasi tandur, dan terjadinya hiperplasi lapisan intima pada tempat anastomosis. Berbagai teknik sinar X terbukti sebagai terapi yang dianjurkan pada prosedur pembedahan. Angioplasti laser adalah teknik dimana gelombang cahaya yang kuat disalurkan malalui kateter serat optic. Gelombang laser akan memanaskan ujung kateter perkutan dan menguapkan plak aterosklerosis. Alat artektomi rotasional dapat mengangkat lesi dengan mengabrasi plak yang telah menyumbat arteri secara total. Kelebihan laser, angioplasty dan artektomi adalah waktu untuk dirawat di rumah sakit menjadi singkat


1.2      Angina Pektoris
1.2.1 Definisi/Pengertian
Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang atau ke daerah abdomen.
            Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi, apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardum dan sel-sel miokardum mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebbkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardum dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.
1.2.2        Etiologi
Penyebab paling umum Coronary Artery Disease (CAD) adalah Aterosklerosis (Atherosclerosis). Aterosklerosis digolongkan sebagai akumulasi sel-sel otot halus, lemak, jaringan konektif (connective tissue) di sekitar lapisan intima arteri. Suatu plaque (plak) fibrous adalah lesi khas dari aterosklerosis. Lesi ini dapat bervariasi ukurannya dalam dinding pembuluh darah, yang dapat mengakibatkan obstruksi aliran darah parsial maupun komplet. Komplikasi lebih lanjut dari lesi tersebut terdiri atas plek fibrous dengan deposit kalsium, disertai oleh pembentukan trombus. Ostruksi pada lumen megurangi atau menghentikan aliran darah kepada jaringan sekitarnya.
Penyebab lain dari CAD adalah spasme arteri koroner. Penyempitan dari lumen pembuluh darah terjadi bila serat otot halus dalam dinding pembuluh darah berkontraksi (vasokontriksi). Spasme arteri koroner dapat mengiring terjadinya iskemik aktual atau perluasan dari infark miokard.
Penyebab lain di luar aterosklerotik yang dapat memengaruhi diameter lumen pembuluh darah koroner dapat berhubungan dengan abnormalitas sirkulasi. Hal ini meliputi hipoperfusi, anemia, hipovolemik, polisitemia, dan masalah-masalah atau gangguan katup jantung.
1.2.3        Patofisologi
Saat istirahat,jantung mempergunakan oksigen dalam jumlah yang cukup besar(75%) dari aliran darah coroner,lebih besar daripada beberapa organ utama yang lain dalam tubuh. Saat metabolism,beban kerja otot jantung dan konsumsi oksigen meningkat sehingga kebutuhan akan oksigen meningkat berlipat ganda.
Oksigen tambahan disuplai oleh peningkatan aliran darah  arteri koroner . Bila aliran darah koroner tidak dapat menyuplai kebutuhan  sejumlah oksigen yang diperlukan oleh otot jantung,maka terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan. Kecuali,bila rasio dari suplai kebutuhan menjadi seimbang, jaringan otot jantung menjadi iskemia dan infark. Di sekitar area infark ada dua zona yang disebut sebagai injuri zone dan ischemic zone. Area infark akan terus berkembang bila suplai darah tetap membahayakan atau kurang dari kebutuhan miokard.
Luas nyata area infark tergantung pada tiga factor yaitu sirkulasi sirkulasi kolateral,metabolism anaerobic, dan peningkatan beban kerja miokard. Sering kali isemik dan infark berkembang dari endokardium ke epikardium.



1.2.4        Manifestasi klinis
1.2.4.1 Nyeri seperti diperas atau tertekan di daerah perikardium atau substernum dada, kemungkinan menyebar ke lengan, rahang, toraks.
1.2.4.2 Pada angina stabil dan tidak stabil, nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Angina Prinzmetal tidak mereda dengan istirahat tetapi biasanya menghilang dalam 5 menit.
1.2.5        Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1.2.5.1   Dapat terjadi perubahan di segmen ST pada EKG
1.2.5.2   Daerah yang mengalami penurunan aliran darah dapat diamati
dengan menggunakan pencitraan radioaktif selama episode angina sebagai bagian dari uji toleransi (exercise stress test)
1.2.5.3   Enzim dan protein jantung mungkin diukur untuk menyingkirkan
kemungkinan infark miokard.
1.2.6        Penatalaksanaan/Terapi
1.2.6.1   Pencegahan: Aspirin kadang diprogramkan untuk mencegah gejala
angina. Demikian juga untuk individu yang rentan angina disarankan untuk menghidari stresor yang diketahui memicu serangan angina klasik, seperti bekerja dalam lingkungan dingin. Individu ini disarankan untuk tidak merokok.
1.2.6.2Teknik invasif seperti percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner  dapat menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA, lesi aterosklerotik berdilatasi dengan bantuan kateter yang dimasukkan menembus kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan didorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh yang sakit, balon didalam kateter digembungkan. Hal ini akan mencegah plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh darah “baru” ini. Pembuluh yang paling sering digunakan untuk transplantasi adalah vena safena atau arteri mamria interna. Respons awal terhadap PTCA tampaknya baik, tetapi pembuluh sering (20-40%) kembali mengalami sklerosis dalam beberapa bulan. Pemasangan slang artifisial, atau stent, ke dalam arteri agar tetap terbuka memperbaiki keberhasilan teknik ini. Stent yang dilapisi obat dapat menurunkan frekuensi restenosis stent. Bedah pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak memengaruhi kebutuhan energi.
1.2.6.3  Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurunkan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur tubuh yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya, berbaring meningkatkan aliran balik darah jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolik akhir, volume kuncup, dan curah jantung.
1.2.6.4  Nitrogliserin dan nitrat lain bekerja sebagai dilator kuat sistem vena sehingga menurunkan aliran darah vena kembali ke jantung. Penurunan aliran balik vena menurunkan volume diastolik akhir sehingga jantung dapat mengurangi volume sekuncupnya. Nitrat menyebabkan dilatasi sistem arteri, menurunkan afterload (beban hilir) yang harus dilawan oleh pompa jantung dan meningkatkan aliran darah koroner. Arteri koroner yang sedang mengalami spasme yang berdilatasi. Semua efek ini menurunkan ketidakseimbangan kebutuhan versus suplai oksigen, dan nitrogliserin yang diberikan secara sublingual (di bawah lidah) biasanya meredakan angina.
1.2.6.5  Penyekat adrenergik beta meredakan angina dengan menurunkan kecepatan denyut dan kontraktilitas jantung sehingga kebutuhan oksigen berkurang. Penyekat saluran kalsium menurunkan afterload yang harus dilawan oleh pompa jantung dengan mendilatasi arteri dan arteriol di sebelah hilir. Penyekat saluran kalsium tidak boleh digunakan pada pasien berisiko mengalami gagal jantung.
1.2.6.6  Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

1.3    Acute Coronary Syndrom
1.3.1 Definisi atau Pengertian Acute Coronary Syndrom
          Penyakit Sindrom Koroner Akut adalah terjadi ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.(Heni Rokhani, SMIP, CCRN. et.al). Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah  gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial  infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segment ST ( non ST segemnt elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). (Jantunghipertensi.com)
          Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.(Satria Perwira’s)

1.3.2 Etiologi
                 Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial fibrillation),  emboli paru-paru (pulmonary embolism) , hipertensi maligna atau accelerated, penyakit  tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina, high  output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan (medication- induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat..
                 Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam  enam kategori utama:
1.    Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh  hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch  block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
2.    Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
3.    Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
4.    Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5.    Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).
6.    Kelainan kongenital jantung.
Sedangkan untuk faktor predisposisi dan faktor pencetus
1.      Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri  koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis  mitral, dan penyakit perikardial.
2.      Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan  (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard  akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis,  kehamilan, dan endokarditis infektif.
1.3.3 Patofisiologi
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada
Sindrom Koroner akut akan  mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel  menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri  tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula  peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat  peningkatannya bergantung pada kelenturan  ventrikel. Oleh karena selama diastol atrium  dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan  LAP( Left Atrium Pressure ), sehingga  tekanan   kapiler  dan   vena  paru-paru  juga  akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik  vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut  merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru.


Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru  yang disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi pulmonal akan  meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada  jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan  edema.
Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi sindrom koroner akut :
1)             Mekanisme neurohormonal
Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi sistem saraf  simpatis akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres oksidatif  (peningkatan kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin (meningkat),  natriuretic peptides, endothelin, neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide, bradikinin,  adrenomedullin (meningkat), dan apelin (menurun).
2)             Remodeling ventrikel kiri
Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan memburuknya  kemampuan ventrikel di kemudian hari.
3)             Perubahan biologis pada miosit jantung
Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi, perubahan  miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi.
4)             Perubahan struktur ventrikel kiri
Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung menjadi lebih  sferis mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga terjadi  peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan peningkatan  hemodynamic overloading.





1.3.4 Manifestasi Klinis
          Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. Syndrom Koroner Akut terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST (STEMI), dan penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST (STEMI). Syndrom Koroner Akut (SKA) ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri.
1.3.5        Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1.      Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 380 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark
2.      Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus tau blok jantung sebagai komplikasi dari infark.
Peningkatan tekanan darah moderat merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin. Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
1.      Pemeriksaan jantung
Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.
2.       Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.

1.3.6   Penatalaksanaan
Pada tahap simptomatik dimana sindrom koroner akut sudah terlihat jelas
seperti cepat  capek, sesak napas, kardiomegali, peningkatan JVP, ascites, hepatomegali dan edema  sudah jelas, maka diagnosis sindrom koroner akut mudah dibuat. Tetapi bila sindrom tersebut  belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri, maka keluhan fatig dan  keluhan diatas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus ditopang oleh pemeriksaan  foto rongen, ekokardiografi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
            Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak sindrom koroner akut sampai  edema atau acites hilang. ACE inhibitor atau Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) dosis  kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE  inhibitor tersebut diberikan. Digitalis diberikan bila ada aritmia supraventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau  ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. intoksikasi digitalis sangat  mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium  rendah (<3,5 meq/L). Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan  hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan  pemberian jenis obat ini.
            Pemakaian alat bantu Cardiac Resychronization Theraphy (CRP) maupun pembedahan,  pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak pada  sindrom koroner akut akibat iskemia maupun noniskemia dapat memperbaiki status fungsional  dan kualitas hidup, namun mahal.
            Tujuan terapi pada penderita AKS, Yaitu men-stabilkan angina (pada APTS) dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada infark.Masa-masa kritis pada penderita infark adalah 2 jam pertama setelah serangan,dimana komplikasi gangguan listrik jantung yang fatal VT-VF merupakan hal yang paling sering sebagai penyebab suddent death.


1.4      Myocardinal Infraction
1.4.1 Pengertian atau Definisi
Infark Miokardiuma akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri koroner. Smbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat disebabkan juga oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis (Perki,2004).
Infark miokardium adalah keadaan yang mengancam kehidupan dengan tanda khas terbentuknya jaringan nekrosis otot yang permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen. 
1.4.2        Etiologi
1)      Coronary arteri Disease : aterosklerosis , artritis , trauma pada koroner, penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
2)      Coronary artery emboli : infective endokarditis , cardiac myxoma , crdiopulmonal, bypass surgery , arteriography koroner.
3)      Kelainan kongenital : anomali arteri koronaria
4)      Kaetidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard : tirotoksikosis, hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
5)      Gangguan hematologi : anemia , polisitemia vera , hypercoagulabity, trombosis, trombositosis dan DIC.






1.4.3  
Iskemia Miokard
Patofisologi
Arterosklerosis Spasme A.coronaria trombosis
         
Kebutuhan Darah Koroner Meningkat
Kebutuhan oksigen sangat tinggi
Angina
Kontraksi Meningkat
Infark Miokard
 












Curah Jantung Menurun
Syok/Mati
Beban Kerja Jantung Meningkat
Tekanan Darah Menurun
Stimulasi Simpatis
Vasokontriksi Perifer
Afterload Meningkat
Perload/EDV meningkat
 

















1.4.4   Manifestasi Klinis
          Walaupun sebagian banyak individu tidak memperlihatkan tanda infark miokard yang nyata (suatu serangan jantung tersemar), biasanya timbul manifestasi klinis yang bermakna:
1.      Nyeri dengan awitan yang (biasanya) mendadak , sering digambarkan memiliki sifat meremukkan dan parah. Nyeri dapat menyebar ke bagian atas tubuh mana saja, tetapi sebagian besar menyebar ke lengan kiri, leher atau rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan iskemia di luar zona nekrotik dengan menurunkan beban kerja jantung.
2.      Terjadi mual dan muntah yang mungkin yang mungkin bekaitan dengan nyeri hebat.
3.      Perasan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka.
4.      Kulit yang dingin, pucat akibat vasokontriksi simpatis.
5.      Pengeluaran urine berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron dan ADH.
6.      Takikardi akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung.
7.      Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati kematian sering terjadi , mungkin berhubungan dengan pelepasan hormon stress dan ADH (vasopresin).
1.4.5        Pemeriksaan Diagnostik
1)      Riwayat dan pemeriksaan fisik yang baik , termaksud riwayat penyakit jantung dalam keluarga, penting terutama untuk mendiagnosis IM pada pasien yang dianggap berisiko rendah , seperti wanita pramenopause.
2)      Tekanan darah mungkin berkurang atau normal bergantung pada luasnya kerusakan miokardium dan keberhasilan refleks baroreseptor. Kecepatan denyut jantung biasanya meningkat. Bunyi jantung keempat dapat terdengar.
3)      EKG dapat memperlihatkan perubahan akut di gelombang ST dan T seiring dengan terjadinya infark. Dalam 1 atau 2 hari infark , terjadi pendalaman gelombang Q. Walaupun perubahan gelombang ST dan T akan mengihilang seiring dengan waktu, perubahan gelombang Q menetap dan dapat digunakan untuk mendeteksi infark sebelumnya.
4)      Timbul gejala inflamasi sistemik, termaksuk demam, peningkatan jumlah leukosit, dan peningkatan laju endap darah. Tanda-tanda ini dimulai sekitar 24 jam setelah infark dan menetap sampa 2 minggu.
5)      Kadar enzim-enzim jantung (kreatinin,fosfokinase, glutamat oksaloasetat transaminase serum, dan laktat dehidrogenase) di dalam serum meningkat akibat kematian sel miokardium. Peningkatan tersebut terjadi dalam suatu pola khas , yang dimulai segera setelah infark dan berlanjut sampa sekitar seminggu.
6)      Kadar troponin T dan troponin I dapat dideteksi dalam darah dalam 15-20 menit. Mioglobin terdeteksi dalam 1 jam dan memuncak dalam 4-6 jam setelah infark.

1.4.6        Penatalaksanaan Terapi
            Pencegahan penyakit infark miokardium adalah penting. Teindakan pencegahan antara lain.
1)      Menurunkan atau mengurangi faktor resiko yang dapat diubah. Karena faktor resiko kardiovaskuler saling berkaitan satu sama lain, bahkan penurunan moderat bebrapa faktor resiko dapat lebih efektif dibandingkan dengan upaya penurunan mayor satu faktor resiko. Sebagia contoh, penurunan faktor resiko serangan jatung yang bermakna terjadi pada tingkat olahraga ringan (termaksuk berjalan kaki), menghentikan kebiasaan merokok dan pembatasan sedang makanan berlemak. Panduan penatalaksanaan resiko kardiovaskuler yang memasukkan upaya penurunan resiko harus dilakukan secara rutin.
2)      Individu yang mengalami stres , dan terutama mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung dalam keluarga , harus diajarkan untuk menurunkan resiko dan mencari pertolongan medis segera jika terjadi tanda infark miokard.
BAB II
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.T dengan
PENYAKIT JANTUNG KORONER
2.1    PENGKAJIAN
1.      Data Umum
a.      Identitas Klien
Nama                                :Ny. T
Umur                                :48 tahun
Agama                              : Islam
Jenis Kelamin                   : Perempuan
Status Marital                   : Menikah
Pendidikan                       : Tamat SD
Pekerjaan                          :Petani
Suku Bangsa                    : Jawa, Indonesia
Alamat                             : Grogol, Kediri
Tanggal Masuk                 : 19Januari 2012 jam 05.40 p.m
Tanggal Pengkajian          : 19Januari 2012 jam 06.00 p.m
No. Register                     : 1201100
Diagnosa Medis               : Penyakit Jantung Koroner

b.      Identitas Penanggung Jawab
Nama                                :Ny. W
Umur                                : 64 tahun
Hub. Dengan Klien          : Istri pasien
Pekerjaan                          : Swasta
Alamat                            : Kandat, Kediri
2.    Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan Utama
Pasien mengatakan punggung rasa nyeri,kepala sedikit pusing,mual dan muntah.
b.      Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan pada tanggal 01-02-2012pagi, tiba-tiba pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri, batuk – batukdan nafas terasa sesak. Lalu pada tanggal 15-02-2012 pkl.17.40 dibawa ke IGD RS. Baptis Kediri dan diopname di GU 3A.

c.       Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluaraga pasien mengatakan pasien mempunyai riwayat HT dan penyakit jantung koroner sejak 2 tahun yang lalu.

d.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit sepertiHT dan Jantung Koroner.
Genogram :

 









Keterangan:
                        = laki-laki                                             
                        = perempuan
                        = hubungan perkawinan
                        = garis keturunan
                        = tinggal saturumah
                        = meninggal
= pasien
e.       Riwayat Sosiokultural
Keluarga pasien mengatakan, hubungan pasien dengan tetangga baik-baik saja, pasien beragama islam dan tidak selalu menjalankan sholat 5 waktu.

f.       Review Pola-Pola Sehat sakit
Saat sehat pasien sering melakukan berbagai aktivitasdisawah, dan kebun belakang rumahnya.Saat sakit, pasien tidak dapat melakukan kegiatan seperti biasanya, pasien lebih banyak berbaring ditempat tidur dan sesekali duduk sambil menonton televisi.

g.      Pola Fungsi Kesehatan Gordon
1)      Pola Persepsi dan Menejemen Kesehatan
Keluarga pasien mengatakan bila pasien merasa sakitnya mengganggu aktifitas seperti bertani maka pasien selalu periksa ke dokter, namun bila pasien hanya sakit biasa seperti flu atau batuk pasien hanya memeriksakan di Puskesmas terdekat atau membeli obat di apotik terdekat.
2)      Pola Nutrisi Metabolik
Sebelum sakit
Saat sakit
Makan : 3x sehari, nasi, lauk- pauk, sayur.
Minum : 5-7 gelas/hari (air putih)
Makan : 3x sehari bubur, lauk, sayur dan buah
Minum: 4-5 gelas/hari(teh, air putih)

3)      Pola Eliminasi
Sebelum sakit
Saat sakit
BAK : 4-5 x/hari

BAB : 1-2x/hari
BAK : 3 x/hari

BAB: 1x/ hari,

4)      Pola aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit
Saat sakit
Pasien sering melakukan kegiatan di sawah dan kebun belakang rumah.
Pasien hanya berbaring tidur, badan terasa lemah dan nafas sesak.

5)      Pola Kognitif dan Persepsi
Kesadaran pasien composmentis, saat di ajak komunikasi pasien tanggap dan merespon meskipun tidak terlalu baik.
6)      Pola Persepsi- Konsep Diri
Citra diri:
A.    Tanggapan tentang tubuh:pasien dapat menggerakkan anggota tubuh baik kaki maupun tangannya.
B.     Keadaan yang dirasakan :pasien merasa tidak nyaman karena pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur dan tidak dapat melakukan kegiantan apa-apa.
Identitas:
A.    Status pasien dalam keluarga: kepala keluarga
Peran:
A.    Kemampuan/kesanggupan pasien melaksanakan perannya: pasien melakukan perannya sebagai kepala keluarga dengan baik.


Ideal diri/harapan:
     Harapan pasien terhadap:
A.    Tubuh: dapat sembuh seperti semula.
B.     Harapan pasien terhadap lingkungan: dapat berinteraksi dengan tetangga seperti biasanya.
Sosial/interaksi:
A.    Dukungan keluarga dan tetangga baik saja.

7)      Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit
Saat sakit
Tidur siang + 1-2 jam/hari
Tidur Malam +7-8jam/hari
Tidur siang + 1 jam/hari
Tidur Malam + 5-6 jam/hari

8)      Pola Peran Hubungan
Pasien berperan sebagai kepala keluarga dari 3 orang anak.
Hubungan pasien dengan keluarga baik baik saja begitu juga dengan pegawai RS pasienmasih bisa sedikit kooperatif.

9)      Pola Seksual- Reproduksi
Pasien berjenis kelamin laki-laki berumur 67 tahun.
10)  Pola Toleransi Stress-Koping
Keluarga pasien mengatakan bila pasien merasa sakit, pasien selalu menceritakan kepada keluarga tentang keluhannya dan bila dirasa parah minta memeriksakan ke dokter atau Puskesmas terdekat.

11)  Pola Nilai Kepercayaan
Keluarga pasien mengatakan beragama islam dantidak setiap hari melakukan sholat 5 waktu. Dan bila pasien sakittidak terlalau parah hanya diperiksakan di Puskesmas atau beli obat di Apotek.




3.      PEMERIKSAAN FISIK
a.       Keadaan Umum
Kesadaran pasien composmentis, keadaan lemah , Terpasang IV RL 500 ml Q 20 jam pada tangan sebelah kiri.
b.      Tanda Vital
Suhu : 36,4oC    Nadi:82 x/menit    Napas:20x/menit    T.Darah: 140/90 mmHg.
c.       Kepala
Kepala simetris, rambut lurus danbersih, berwarna hitam keputihan.
d.      Mata
Simetris, reflek pupil baik, konjungtiva berwarna merah muda.
e.       Hidung
Simetris, tidak ada secret.
f.       Telinga
Simetris, tidak ada serumen
g.      Mulut
Kering, tidak ada perdarahan maupun peradangan, tidak ada stomatitis.
h.      Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar tyroid dan tidak ada nyeri telan.
i.        Dada dan Punggung
Dada :
Inspeksi: saat ekspirasi dan inspirasi pergerakan dada simetris antara kanan dan kiri.
Punggung : tiadak ada kelainan pada bentuk punggung.
j.        Abdomen
Lunak,tidak terdapat luka bekas operasi, tidak ada pembesaran.
Auskultasi : Tympani, bising usus 6x/menit.



k.      Ekstermitas
Tidak terdapat odema, klien mampu menggerakkan ekstrimitas baik sisi kanan maupun ekstrimitas sisi kiri.Pada pemeriksaan kekuatan otot di dapatkan.
55
55          
  3     5
Keterangan:



5: dapat menahan gravitasi dan beban maksimal
4: dapat menahan gravitasi dan beban minimal
3: dapat melawan grafitasi tanpa beban
2: ada kontraksi, ada pergerakan tetapi tidak dapat melawan gravitasi
1: hanya ada kontraksi otot
Ket : terpasang IV RL 500ml Q 20 jam pada tangan sebelah kiri.
l.        Genetalia
Tidak terkaji.
m.    Anus
Tidak terkaji.















4.      DATA PENUNJANG
EKG S V1,2 Abnormal
Pemeriksaan Darah Lengkap
Parameter
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
Interpretasi

RBC

HCT

MCV
MCH
MCHC
RDW-SD
RDW-CV
WBC


BASO#
NEUT#
LYMPH#
PLT
PDW
MPV
P-LCR
PCT
IG
10,4

5,53

34,9

63,1
31,4
29,8
44,8
13,4
8,5



1,04
0,05
5,36
1,43
354
12,6
5,2
26,6+
0,18
0,04
g/dL

H

%

(L)
(Pg)
g/dL
fL
%
10^3/µL



10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
fL
fL
fL
%
103/µL
L: 12,0-18,0
P: 11,4-15,1
L: 4,2-6,3
P:4,0-5,0
L: 37,0-51,0
P: 38,0-42,0
80,0-97,0
26,0-32,0
31,0-36,0
35-47
11,5-14,5
L: 4,1-10,9
P: 4,7-11,3


1,5-4
0,1-0,5
140-440
7,2-11,1
15,0-25,0
0,150-0,320

Menurun

Meningkat

Menurun

Menurun
Normal
Menurun
Normal
Normal
Normal


Normal
Normal
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Meningkat
Normal


5.      DATA TAMBAHAN
Di IGD tgl 19 Januari 2012 jam 18.00 WIB :
IV RL 500 ml Q 20 jam
02    asal kanul 2 liter/menit



















2.2    ANALISA DATA
1.      Analisa Data
No.


Data
Etiologi
Masalah Kolaboratif/ Keperawatan
1.





















DS:
Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri dan kepala terasa pusing.
DO:
-          Diagnosa : Penyakit Jantung Koroner
-          TD : 140/100 mmHg
-          Suhu : 36,4oC   
-          Nadi: 90 x/menit 
-          Napas:26 x/menit  
-          Pasien terbaring di tempat tidur
-          Sebagian ADL pasien dibantu oleh keluarga dan perawat
-          Kesadaran composmetis
Arteriosklerosis

Spasme Arteri Coronaria
 

Penurunan suplai O2
 

Iscemia jaringan jantung/miokard
 

Perubahan reversibal sel dan jaringan
 

Peningkatan produksi asam laktat

Nyeri Akut
Nyeri Akut




No.
Data
Etiologi
Masalah Kolaboratif/ Keperawatan
2.
DS:
Pasien mengatakannyeri pada dada sebelah kiri dan nafas terasa sesak.
DO:
-          Pasien terpasang O2: 2 liter / menit
-          TD : 140/100 mmHg
-          Suhu : 36,4oC   
-          Nadi : 90x/menit 
-          Napas : 26 x/menit 
Arteriosklerosis

Spasme Arteri Coronaria

Penurunan suplai O2

Hipoksia Jaringan
 

Miokard
 

Hipoksia

Gangguan Pola Nafas
Gangguan Pola Nafas


2.    Daftar Masalah Kolaboratif/ Diagnosa Keperawatan

No.
Tanggal / jam
Ditemukan
Masalah Kolaboratif/ Diagnosa Keperawatan
Tanggal/ Jam Teratasi
1.
19 Januari 2012 jam 18.00 WIB

Nyeri akut berhubungan dengan iskhemiocard di tandai dengan:
-          Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri
-          TD    : 140/100 mmHg
-          Suhu  : 36,4oC   
-          Nadi   : 90  x/menit   
-          Napas : 26 x/menit   
-          Pasien terbaring di tempat tidur
-          Kesadaran composmetis


2.



19 Januari 2012 jam 18.00 WIB

Gangguan pola nafas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, iskemik pada miokard di tandai dengan:
-          Pasien mengatakan nafas terasa sesak
-          Pasien terpasang O2 2liter/menit
-          TD : 140/100 mmHg
-          Suhu : 36,4oC   
-          Nadi: 90 x/menit
-          Napas : 26 x/menit  
-          Sebagian ADL pasien dibantu oleh keluarga dan perawat.













2.3  PERENCANAAN
Nama                : Ny.T
Umur                :48th
No.Reg : 1201100
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NCP/NURSING CARE PLANS)

NO.

Masalah  kolaboratif/ diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Rencana

Rasional
Tanggal/ jam/ Paraf Dimulai
Tanggal/ Jam/ Paraf Dihentikan
1.













Nyeri akut berhubungan dengan iskhemiocard di tandai dengan:
-          Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri.
-          TD : 140/100 mmHg
-          Suhu : 36,4oC   
-          Nadi : 90 x/menit   
-          Napas : 26 x/menit   
-          Pasien terbaring di tempat tidur dengan posisi semi fowler.
-          Kesadaran composmetis
Setelah dilakukan tindakan  keperawatan selama di Intsalasi Gawat Darurat diharapkan nyeri dada berkurang atau hilang dengan KH :
1.      Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
2.      Menunjukan postur tubuh rileks.
3.      Kemampuan istirahat.
4.      Tanda-tanda vital normal
1.      Berikan Health Education.
2.      Anjurkan klien untuk memberitahu perawat jika terjadi nyeri dada.
3.      Anjurkan klien untuk bedrest total selama periode nyeri.
4.      Observasi tanda-tanda vital.
1.      Membantu dalam meningkatkan pola hidup sehat pasien serta mengurangi resiko lanjutan dari penyakit.
2.       Nyeri dan penurunan curah jantung dapat merangsang saraf simpatik untuk mengeluarkan norepineprin yang meningkatkan kemajuan penyakit.
3.       Menurunkan kebutuhan oksigen miocard untuk meminimalkan resiko nekrosis.
4.      Untuk mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui lebih awal jika terjadi gangguan  perfusi.
19 Januari 2012
jam 18.00 WIB
























2.
Gangguan pola nafas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, iskemik pada miokard di tandai dengan:
-          Pasien mengatakan nafas terasa sesak
-          Pasien terpasang O2: 2liter/menit
-          TD : 140/100 mmHg
-          Suhu : 36,4 oC   
-          Nadi: 90 x/menit
-          Napas:26 x/menit
-          SebagianADL pasien dibantu oleh keluarga dan perawat
Setelah dilakukan tindakan  keperawatan selamadi Instalasi Gawat Daruratdiharapkanklien menunjukan peningkatan toleransi aktivitasdengan KH:
1.      Melaporkan/ menunjukan toleransi aktivitas.
2.      Menunjukan peningkatan toleransi aktivitas seperti semua ADL bisa dilakukan sendiri.
1.      Tinggikan kepala tempat tidur bila klien sesak.
2.      Evaluasi adanya / derajat cemas / emosi.
3.      Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian O2.

1.      Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia.
2.      Reaksi emosi berlebihan dapat mempengarui tanda vital serta fungsi jantung.
3.      Membantu memenuhi kebutuhan O2 pasien dan mengurangi resiko hipoksia.

19 Januari 2012
Jam 18.00 WIB



2.4    IMPLEMENTASI
Nama               : Ny.T
Umur               :48th
No.Reg            : 1201100

Tanggal/jam
DIAGNOSA
IMPLEMENTASI
19 Desember 2011
Jam 06.00 p.m

1

1.   Memberikan Health Education
2.   Menganjurkan klien untuk memberitahu perawat jika terjadi nyeri dada.
3.   Menganjurkan klien untuk bedrest total selama periode nyeri.
4.   Mengobservasi TTV
19 Desember 2011
Jam 06.00 p.m

2





1.      Meninggikan kepala tempat tidur bila klien sesak.
2.      Mengevaluasi adanya / derajat cemas / emosi.
3.      Memberikan O2 sesuai akvis dokter.












2.5              EVALUASI
Nama               : Ny.T
Umur               :48th
No.Reg            : 1201100


TANGGAL, JAM

DIAGNOSA

EVALUASI
19Januari  2011
Jam 18.00 WIB
1
S :
Pasien mengatakan nyeri dada dan kepala terasa pusing.
O:
-          TD : 140/100 mmHg
-          Suhu : 36,4 oC   
-          Nadi : 90 x/menit   
-          Napas : 26 x/menit   
-          Pasien terbaring di tempat tidur
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi no.2,3 dilanjutkan
.Jam 18.30 WIB.

S:
Pasien mengatakan masih terasa nyeri pada dada dan pusing berkurang.
O:
Keadaan umum composmentis
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi no.2,3 dilanjutkan
19 Januari 2012 jam18.00 WIB.




2


S :
Pasien mengatakan sesak nafas.
O :
Keadaan umum lemah, Pasien terpasang O2: 2liter/menit
-          TD : 140/100 mmHg
-          Suhu :36,4 oC 
-          Nadi: 90 x/menit
-          Napas: 26 x/menit
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi no.1,2,3, dilanjutkan
18.30 WIB

S:
Pasien mengatakan sesak berkurang, nyeri dada masih terasa.
O:
O2 2 liter/menit
RR : 22/menit
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi no.3 dilanjutkan






DAFTAR PUSTAKA

Corwin.J Elizabeth.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:EGC
Doenges E. Marilynn dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.Jakarta:EGC
Musttaqin Arif.2009.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler..Jakarta:Salemba Medika
Musttaqin Arif.2009.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler dan Hematologi.Jakarta:Salemba Medika
Udjianti Wajan Juni.2010.Keperawatan Kardiovaskuler:Salemba Medika


Dhintea:)

1 komentar:

  1. terimakasih banyak, sangat membantu sekali..

    http://acemaxsshop.com/obat-herbal-jantung-koroner/

    BalasHapus