BAB I
TINJAUAN
TEORI
Coronary Atherosclerosis
1.1.1 Definisi
/ Pengertian
Arteriosklerosis atau pengerasan arteri
adalah suatu proses dimana serabut otot dan lapisan endotel arteri kecil dan
arteriola mengalami penebalan. Aterosklerosis merupakan proses yang berbeda
yang menyerang tunika intima arteri besar dan medium. Proses tersebut meliputi
penimbunan lemak, kalsium, komponen darah, karbohidrat dan jaringan fibrosa
pada tunika intima arteri. Penimbunan tersebut dikenal sebagai “ateroma” atau
“plak”.
1.1.2
Etiologi
/ Faktor Risiko
Faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi : usia diatas 40 tahun dan jenis kelamin
laki-laki. Faktor
risiko yang dapat dimodifikasi : diet tinggi lemak / kolesterol, tekanan darah
tinggi, diabetes melitus dan merokok.
1.
Diet tinggi lemak : lemak, yang tak larut
dalam air, terikat dengan lipoprotein
yang larut dalam air, yang memungkinkan dapat diangkut dalam system peredaran
darah. Tiga elemen metabolisme lemak antara lain : kolesterol total, LDL, HDL.
LDL menyebabkan efek berbahaya pada dinding arteri dan mempercepat proses
aterosklerosis.
2.
Hipertensi dapat
mempercepat pembentukan lesi aterosklerotik pada pembuluh darah bertekanan
tinggi, dapat menyebabkan stroke.
3.
Diabetes Melitus juga
mempercepat proses aterosklerotik dengan menebalkan membran basal pembuluh
darah besar maupun kecil.
4.
Merokok adalah salah satu
faktor risiko yang paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke
ekstremitas dan meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah dengan
menstimulasi system saraf simpatis. Selain itu nikotin juga meningkatkan
kemungkinan pembentukan bekuan darah dengan cara meningkatkan agregasi
trombosit. Karena karbon monoksida mengikat hemoglobin lebih cepat dibandingkan
oksigen maka hal tersebut dapat menurunkan jumlah oksigen jaringan. Jumlah
rokok yang dihisap berbanding langsung dengan parahnya penyakit. Menghentikan
rokok dapat menurunkan risiko.
5.
Faktor lain seperti obesitas, stres, dan
kurang gerak diidentifikasi ikut berperan dalam psoses penyakit ini. Semakin
banyak factor risiko yang dimiliki, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya
penyakit ini.
1.1.3 Patofisiologi
Akibat
langsung aterosklerosis pada arteri meliputi penyempitan (stenosis)
lumen,obstruksi oleh trombosis, aneurisma (dilatasi abnormal pembuluh darah),
ulkus dan ruptur. Akibat tidak langsungnya adalah malnutrisi dan fibrosis organ
yang disuplai oleh arteri yang sklerotik tersebut. Semua sel yang berfungsi
aktif memerlukan suplai darah yang kaya akan nutrisi dan oksigen dan peka
terhadap setiap penurunan suplai nutrisi tersebut. Bila penurunan tersebut
berat dan permanen, sel-sel tersebut akan mengalami nekrosis (kematian sel
akibat kekurangan aliran darah) dan diganti oleh jaringan fibrosa yang tidak
memerlukan banyak nutrisi. Aterosklerosis terutama mengenai arteri utama
sepanjang percabangan arteri biasanya berbentuk bercak-bercak. Cabang arteri
yang terkena biasanya pada bagian bifurkasio. Banyak teori berusaha menjelaskan
mengapa dan bagaimana ateroma terbentuk. Lesi utama yaitu ateroma merupakan
plak lemak dengan penutup jaringan fibrosa perlahan-lahan menutup lumen
pembuluh darah. Tidak satupun teori yang secara lengkap menjelaskan
patogenesisnya, namun beberapa bagian dari berbagai teori tersebut dapat
dikombinasikan menjadi teori “Reaksi terhadap Cedera.” Menurut teori ini cedera
sel endotelial pembuluh darah diakibatkan oleh gaya hemodinamika berkepanjangan
seperti gaya-gaya robekan dan aliran turbulensi, radiasi, bahan kimia, atau
hiperlipidemia kronis terjadi pada system arteri. Cedera pada endotelium
meningkatkan agregasi trombosit dan monosit pada tempat cedera. Sel otot polos
akan bermigrasi dan berploriferasi sehingga terbentuklah matriks kolagen dan
serabut elastis. Mungkin tidak ada penyebab atau mekanisme tunggal dalam
pembentukan aterosklerosis melainkan melibatkan berbagai proses. Secara
morfologis lesi aterosklerosis terdiri atas dua jenis : bercak lemak dan plak
fibrosa. Bercak lemak berwarna kuning dan halus, sedikit menonjol kedalam lumen
arteri dan tersusun atas lemak dan sel-sel otot polos yang memanjang. Lesi
seperti ini dapat dijumpai pada semua kelompok umur termasuk anak-anak. Belum
jelas apakah bercak lemak tersebut merupakan predisposisi pembentukan plak
fibrosa atau dapat menghilang lagi. Biasanya tidak menimbulkan gejala klinis.
Plak fibrosa merupakan ciri khas aterosklerosis, tersusun oleh sel otot polos,
serabut kolagen, komponen plasma dan lemak. Berwarna putih sampai kuning
keputihan dan menonjol dalam berbagai derajat ke lumen, sampai suatu saat
tonjolan tersebut menyumbat. Plak ini terutama ditemukan di aorta abdominal,
arteri koroner, poplitea dan karotis interna. Plak ini dianggap tidak
reversible. Penyempitan bertahap lumen arteri saat proses penyakit berkembang,
menstimulasi perkembangan sirkulasi kolateral. “jalan pintas” pembuluh darah
tersebut memungkinkan perfusi berlanjut ke jaringan di bagian atas sumbatan
arteri, tetapi biasanya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya
dan terjadilah iskemia. Pembuluh kolateral bisa memenuhi kebutuhan jaringan
atau bisa juga tidak. Skema patofisiologi penyakit dikaitkan dengan munculnya
masalah keperawatan dapat dilihat pada lampiran.
1.1.4 Manifestasi Klinis
Tanda
dan gejala klinis akibat aterosklerosis tergantung pada organ atau jaringan
yang terkena. Aterosklerosis koroner (penyakit jantung), angina dan infark
miokardium dibahas tersendiri oleh kelompok lain. Bila mengenai otak dapat
menyebabkan penyakit serebrovaskuler seperti iskemia serebral transien atau TIA
dan stroke. Pada aorta dan lesi aterosklerotik pada ekstremitas juga dapat
terjadi. Bila terjadi oklusi atau sumbatan pada arteri perifer maka akan timbul
gejala seperti nyeri saat aktifitas dan hilang saat istirahat (klaudisio
intermiten), nyeri yang terus menerus (saat istirahat) dapat terjadi jika
oklusi semakin berat dan terjadi iskemia kronis. Perubahan warna kulit seperti
menjadi pucat atau sianosis dan pada palpasi terasa dingin. Akibat suplai
nutrisi yang kurang akan terjadi tanda-tanda hilangnya rambut, kuku rapuh,
kulit kering dan bersisik, atropi dan ulserasi. Bisa juga terjadi edema
bilateral atau unilateral akibat posisi ekstremitas yang terlalu lama
menggantung.
1.1.5. Pemeriksaan Diagnostik
Tergantung
kebutuhannya beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis PJK
dan menentukan derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang invasive sifatnya.
1.
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran
elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk
adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini
kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan
jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi, yang
masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.
2.
Foto Rontgen Dada
Dari foto roentgen dada dokter dapat menilai ukuran
jantung, ada-tidaknya pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru.
Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari ukuran
jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut.
Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya
biasanya jantung terlihat membesar.
3.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida
sebagai factor resiko. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya
serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung.
4.
Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK
belum berhasil ditegakkan, biasanya dokter jantung/ kardiologis akan
merekomendasikan untuk dilakukan treadmill.
Dalam kamus kedokteran Indonesia disebut jentera,
alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostic PJK. Berupa ban berjalan serupa dengan
alat olah raga umumnya, namun dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG.
Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi
berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini
disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan
sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak
normal. Dari hasil teradmil ini telah dapat diduga apakah
seseorang menderita PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaan dengan teradmil
ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka untuk wanita hanya
72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset sekitar 16%, artinya dari 100
orang pria penderita PJK yang terbukti benar hanya 84 orang. Biasanya perlu
pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi jantung. Pemeriksaan ini
sampai sekarang masih merupakan “Golden Standard” untuk PJK. Karena dapat
terlihat jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arterikoroner, apakah
ringan,sedang atau berat bahkan total.
5.
Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter
semacam selang seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri).
Bisa melalui pangkal paha, lipatanlengan atau melalui pembuluh darah di lengan
bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alar rontgen langsung ke muara pembuluh
koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras
sehingga mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat
adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau
penyumbatan ini dapat saja mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner.
Bisa juga sekaligus mengenai beberapa pembuluh koroner. Atas dasar hasil
kateterisasi jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah
apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan
factor resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang dikenal dengan balon.
Banyak juga yang menyebut dengan istilah ditiup atau balonisasi. Saat ini
disamping dibalon dapat pula dipasang stent, semacam penyangga seperti cincin
atau gorng-gorong yang berguna untuk mencegah kembalinya penyempitan. Bila
tidak mungkin dengan obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain
adalah dengan melakukan bedah pintas koroner.
1.1.6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan
aterosklerosis secara tradisional tergantung pada modifikasi faktor risiko,
obat-obatan dan prosedur bedah tandur (penggabungan dua pembuluh darah yang
masih memiliki aliran bagus). Pemberian obat-obatan untuk menurunkan kadar
lemak darah disertai modifikasi diet dan latihan. Jenis obat yang digunakan
antara lain : sekuestran asam empedu (kolestiramin atau kolestipol), asam
nitrotinat, statin lovastatin, mavastin dan simpastatin), asam fibrat
(gemfibrosil) dan terapi penggantian estrogen. Prosedur bedah tandur dilakukan
berdasarkan pada angiogram yang dapat memperlihatkan tingkat obstruksinya.
Prosedur bedah vaskuler dibagi menjadi 2 kelompok yaitu inflow yang menyuplai
darah dari aorta ke arteri femoralis, dan prosedur outflow yang menyuplai darah
ke pembuluh di bawah arteri femoralis. Bila obstruksi terletak setinggi aorta
atau arteri iliaka, diperlukan inflow darah yang baru. Prosedur bedah pilihan
adalah tandur aorta iliaka. Bila mungkin anastomosis bagian distalnya
disambungkan pada arteri iliaka, sehingga seluruh prosedur pembedahan dapat
dikerjakan seluruhnya dalam abdomen. Namun bila arteri iliaka mengalami
penyumbatan atau aneurisma, anastomosis distalnya harus disambungkan ke arteri
femoralis (aorta bifemoral). Bila dilakukan inflow pada pasien namun kondisi
pasien tersebut tidak memungkinkan untuk pembedahan abdomen, yang dapat
menyebabkan berbagai variasi tekanan darah dan memerlukan waktu pembedahan yang
lama, maka dapat dilakukan prosedur inflow dari arteri aksilaris ke arteri
femoralis. Kedua arteri aksilaris dapat dipakai untuk inflow. Hal ini penting
karena kebanyakan pasien tersebut juga mengalami penyumbatan pembuluh darah
seperti gagal ginjal kronis yang memerlukan cuci darah. Misalnya, bila digunakan
arteri aksilaris kanan, maka dapat disambungkan ke tandur yang disambungkan ke
arteri femoralis kiri (bila arteri femoralis ini adekuat) untuk menyuplai kedua
tungkai. Jadi pasien menerima tandur aksiler-femoral dari kanan ke kiri.
Apabila kedua sisi memerlukan darah, maka tandur aksiler-bifemoral lebih
diutamakan. Apabila penyumbatan aterosklerosis terletak di bawah ligamen
inguinalis di arteri femoralis superfisialis, pembedahan pilihannya adalah
tandur femoral popliteal. Bila anastomosis distal dilakukan di atas lutut
mungkin perlu dipakai bahan prostetis untuk tandur. Namun bila anastomosis
distalnya di bawah lutut, yang diperlukan adalah tandur vena safena agar tetap
paten. Pembuluh darah yang tersumbat di daerah tungkai bawah dan pergelangan
kaki juga memerlukan tandur. Terkadang seluruh arteri poplitea tersumbat dan
hanya terdapat sirkulasi kolateral. Oleh sebab itu tandur dibuat dari femoral
ke arteri tibialis atau arteri peroneal. Tandur memerlukan vena asli agar tetap
paten. Vena asli adalah vena autolog, biasanya vena safena magna atau parva
atau kombinasi keduanya untuk memperoleh panjang yang diperlukan. Kepatenan
tandur ditentukan oleh berbagai hal mencakup ukuran tandur, lokasi tandur, dan
terjadinya hiperplasi lapisan intima pada tempat anastomosis. Berbagai teknik
sinar X terbukti sebagai terapi yang dianjurkan pada prosedur pembedahan.
Angioplasti laser adalah teknik dimana gelombang cahaya yang kuat disalurkan
malalui kateter serat optic. Gelombang laser akan memanaskan ujung kateter
perkutan dan menguapkan plak aterosklerosis. Alat artektomi rotasional dapat
mengangkat lesi dengan mengabrasi plak yang telah menyumbat arteri secara
total. Kelebihan laser, angioplasty dan artektomi adalah waktu untuk dirawat di
rumah sakit menjadi singkat
1.2
Angina Pektoris
1.2.1 Definisi/Pengertian
Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari
jantung dan terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat
ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung,
ke rahang atau ke daerah abdomen.
Pada saat beban kerja suatu jaringan
meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen
meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Akan tetapi,
apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis
dan tidak dapat berdilatasi sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardum dan
sel-sel miokardum mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebbkan
terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardum dan menyebabkan
nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel
jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke
proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak
menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri
angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah suatu keadaan
yang berlangsung singkat.
1.2.2
Etiologi
Penyebab paling umum Coronary Artery Disease (CAD) adalah Aterosklerosis (Atherosclerosis).
Aterosklerosis digolongkan sebagai akumulasi sel-sel otot halus, lemak,
jaringan konektif (connective tissue) di
sekitar lapisan intima arteri. Suatu plaque
(plak) fibrous adalah lesi khas dari
aterosklerosis. Lesi ini dapat bervariasi ukurannya dalam dinding pembuluh
darah, yang dapat mengakibatkan obstruksi aliran darah parsial maupun komplet.
Komplikasi lebih lanjut dari lesi tersebut terdiri atas plek fibrous dengan
deposit kalsium, disertai oleh pembentukan trombus. Ostruksi pada lumen
megurangi atau menghentikan aliran darah kepada jaringan sekitarnya.
Penyebab lain dari CAD adalah spasme arteri koroner. Penyempitan dari lumen pembuluh darah
terjadi bila serat otot halus dalam dinding pembuluh darah berkontraksi
(vasokontriksi). Spasme arteri koroner dapat mengiring terjadinya iskemik
aktual atau perluasan dari infark miokard.
Penyebab lain di luar aterosklerotik yang dapat
memengaruhi diameter lumen pembuluh darah koroner dapat berhubungan dengan
abnormalitas sirkulasi. Hal ini meliputi hipoperfusi, anemia, hipovolemik,
polisitemia, dan masalah-masalah atau gangguan katup jantung.
1.2.3
Patofisologi
Saat istirahat,jantung mempergunakan oksigen dalam
jumlah yang cukup besar(75%) dari aliran darah coroner,lebih besar daripada
beberapa organ utama yang lain dalam tubuh. Saat metabolism,beban kerja otot
jantung dan konsumsi oksigen meningkat sehingga kebutuhan akan oksigen
meningkat berlipat ganda.
Oksigen tambahan disuplai oleh peningkatan aliran
darah arteri koroner . Bila aliran darah
koroner tidak dapat menyuplai kebutuhan
sejumlah oksigen yang diperlukan oleh otot jantung,maka terjadi
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan. Kecuali,bila rasio dari suplai
kebutuhan menjadi seimbang, jaringan otot jantung menjadi iskemia dan infark.
Di sekitar area infark ada dua zona yang disebut sebagai injuri zone dan ischemic zone.
Area infark akan terus berkembang bila suplai darah tetap membahayakan atau
kurang dari kebutuhan miokard.
Luas nyata area infark tergantung pada tiga factor
yaitu sirkulasi sirkulasi kolateral,metabolism anaerobic, dan peningkatan beban
kerja miokard. Sering kali isemik dan
infark berkembang dari endokardium ke epikardium.
1.2.4
Manifestasi klinis
1.2.4.1 Nyeri seperti diperas
atau tertekan di daerah perikardium atau substernum dada, kemungkinan menyebar
ke lengan, rahang, toraks.
1.2.4.2 Pada angina stabil dan
tidak stabil, nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Angina Prinzmetal
tidak mereda dengan istirahat tetapi biasanya menghilang dalam 5 menit.
1.2.5
Pemeriksaan
Diagnostik/Penunjang
1.2.5.1 Dapat
terjadi perubahan di segmen ST pada EKG
1.2.5.2 Daerah
yang mengalami penurunan aliran darah dapat diamati
dengan
menggunakan pencitraan radioaktif selama episode angina sebagai bagian dari uji
toleransi (exercise stress test)
1.2.5.3 Enzim
dan protein jantung mungkin diukur untuk menyingkirkan
kemungkinan infark miokard.
1.2.6
Penatalaksanaan/Terapi
1.2.6.1 Pencegahan:
Aspirin kadang diprogramkan untuk mencegah gejala
angina.
Demikian juga untuk individu yang rentan angina disarankan untuk menghidari
stresor yang diketahui memicu serangan angina klasik, seperti bekerja dalam
lingkungan dingin. Individu ini disarankan untuk tidak merokok.
1.2.6.2Teknik
invasif seperti percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) dan bedah
pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan angina klasik.
Dengan PTCA, lesi aterosklerotik berdilatasi dengan bantuan kateter yang
dimasukkan menembus kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan didorong
ke jantung. Setelah berada di pembuluh yang sakit, balon didalam kateter
digembungkan. Hal ini akan mencegah plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah
pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena
dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah
dipulihkan melalui pembuluh darah “baru” ini. Pembuluh yang paling sering
digunakan untuk transplantasi adalah vena safena atau arteri mamria interna.
Respons awal terhadap PTCA tampaknya baik, tetapi pembuluh sering (20-40%)
kembali mengalami sklerosis dalam beberapa bulan. Pemasangan slang artifisial,
atau stent, ke dalam arteri agar
tetap terbuka memperbaiki keberhasilan teknik ini. Stent yang dilapisi obat dapat menurunkan frekuensi restenosis stent. Bedah pintas koroner
menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak memengaruhi kebutuhan energi.
1.2.6.3
Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih
sedikit darah (penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat
(penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurunkan kerja jantung sehingga
kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur tubuh yang
dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya, berbaring meningkatkan aliran balik
darah jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolik akhir, volume
kuncup, dan curah jantung.
1.2.6.4
Nitrogliserin dan nitrat lain bekerja sebagai
dilator kuat sistem vena sehingga menurunkan aliran darah vena kembali ke
jantung. Penurunan aliran balik vena menurunkan volume diastolik akhir sehingga
jantung dapat mengurangi volume sekuncupnya. Nitrat menyebabkan dilatasi sistem
arteri, menurunkan afterload (beban
hilir) yang harus dilawan oleh pompa jantung dan meningkatkan aliran darah
koroner. Arteri koroner yang sedang mengalami spasme yang berdilatasi. Semua
efek ini menurunkan ketidakseimbangan kebutuhan versus suplai oksigen, dan
nitrogliserin yang diberikan secara sublingual (di bawah lidah) biasanya
meredakan angina.
1.2.6.5
Penyekat adrenergik
beta meredakan angina dengan
menurunkan kecepatan denyut dan kontraktilitas jantung sehingga kebutuhan
oksigen berkurang. Penyekat saluran kalsium menurunkan afterload yang harus dilawan oleh pompa jantung dengan mendilatasi
arteri dan arteriol di sebelah hilir. Penyekat saluran kalsium tidak boleh
digunakan pada pasien berisiko mengalami gagal jantung.
1.2.6.6
Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen
jantung.
1.3
Acute Coronary Syndrom
1.3.1 Definisi atau Pengertian Acute Coronary Syndrom
Penyakit
Sindrom Koroner Akut adalah terjadi ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokard.(Heni Rokhani, SMIP, CCRN. et.al). Sindrom
Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia
miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST
segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut
tanpa elevasi segment ST ( non ST segemnt elevation myocardial infarction
= NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP).
(Jantunghipertensi.com)
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan
keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau
gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.(Satria Perwira’s)
1.3.2 Etiologi
Penyebab
reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial
fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism) , hipertensi
maligna atau accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau
hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina, high output
failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan
(medication- induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia
berat..
Menurut Cowie
MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam
enam kategori utama:
1. Kegagalan yang
berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya
miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle
branch block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
2. Kegagalan yang
berhubungan dengan overload (hipertensi).
3. Kegagalan yang
berhubungan dengan abnormalitas katup.
4. Kegagalan yang
disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5. Kegagalan yang
disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).
6. Kelainan
kongenital jantung.
Sedangkan untuk faktor predisposisi dan faktor pencetus
1. Faktor
Predisposisi
Yang merupakan
faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit
arteri koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung
kongenital, stenosis mitral, dan penyakit perikardial.
2. Faktor Pencetus
Yang merupakan
faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake)
garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak
miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru,
anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
1.3.3 Patofisiologi
Gangguan
kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada
Sindrom Koroner akut akan mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel menjadi meningkat
akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri
tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi
pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana
derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh
karena selama diastol atrium dan ventrikel berhubungan langsung, maka
peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP( Left Atrium Pressure ),
sehingga tekanan kapiler dan vena
paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler
paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi
cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam
alveoli, terjadilah edema paru-paru.
Peningkatan tekanan vena paru yang
kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru yang disebut dengan
hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi pulmonal akan meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada
jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti
sistemik dan edema.
Menurut Laksono S (2009), ada beberapa
mekanisme patofisiologi sindrom koroner akut :
1)
Mekanisme neurohormonal
Pengaturan neurohormonal melibatkan
sistem saraf adrenergik (aktivasi sistem saraf simpatis akan meningkatkan
kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres oksidatif
(peningkatan kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin
(meningkat), natriuretic peptides, endothelin, neuropeptide Y, urotensin
II, nitric oxide, bradikinin, adrenomedullin (meningkat), dan apelin
(menurun).
2)
Remodeling ventrikel kiri
Remodeling ventrikel kiri yang
progresif berhubungan langsung dengan memburuknya kemampuan ventrikel di
kemudian hari.
3)
Perubahan biologis pada miosit jantung
Terjadi
hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi,
perubahan miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi.
4)
Perubahan struktur ventrikel kiri
Perubahan ini
membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung menjadi lebih sferis
mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga terjadi
peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan
peningkatan hemodynamic overloading.
1.3.4 Manifestasi Klinis
Sindrom koroner
akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa
tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. Syndrom
Koroner Akut terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute
(IMA) yang disertai elevasi segmen ST (STEMI), dan penderita dengan infark
miokardium tanpa elevasi ST (STEMI). Syndrom Koroner Akut (SKA) ditetapkan
sebagai manifestasi klinis penyakit arteri.
1.3.5
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1.
Tampilan Umum
Pasien tampak
pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien
juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 380 C) bisa timbul setelah 12-24
jam pasca infark
2.
Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Sinus takikardi
(100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan
pemberian analgesic yang adekuat.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus tau blok jantung sebagai komplikasi dari infark.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus tau blok jantung sebagai komplikasi dari infark.
Peningkatan tekanan darah moderat
merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin. Sedangkan jika terjadi hipotensi
maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi,
infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
1. Pemeriksaan
jantung
Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 ,
atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari kedua atau
ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom
Dressler.
2. Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar,
walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika
terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya
anterior.
1.3.6 Penatalaksanaan
Pada tahap simptomatik dimana sindrom koroner akut sudah
terlihat jelas
seperti
cepat capek, sesak napas, kardiomegali, peningkatan JVP, ascites,
hepatomegali dan edema sudah jelas, maka diagnosis sindrom koroner akut
mudah dibuat. Tetapi bila sindrom tersebut belum terlihat jelas seperti
pada tahap disfungsi ventrikel kiri, maka keluhan fatig dan keluhan
diatas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus ditopang oleh
pemeriksaan foto rongen, ekokardiografi dan pemeriksaan Brain Natriuretic
Peptide.
Diuretik oral
maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak sindrom koroner akut
sampai edema atau acites hilang. ACE inhibitor atau Angiotensin Reseptor
Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis
optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai
setelah diuretik dan ACE inhibitor tersebut diberikan. Digitalis
diberikan bila ada aritmia supraventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya)
atau ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan.
intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun
(ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah (<3,5 meq/L). Aldosteron
antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan
hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas
dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian alat
bantu Cardiac Resychronization Theraphy (CRP) maupun pembedahan,
pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati
mendadak pada sindrom koroner akut akibat iskemia maupun noniskemia dapat
memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal.
Tujuan terapi pada penderita AKS,
Yaitu men-stabilkan angina (pada APTS) dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada
infark.Masa-masa kritis pada penderita infark adalah 2 jam pertama setelah
serangan,dimana komplikasi gangguan listrik jantung yang fatal VT-VF merupakan
hal yang paling sering sebagai penyebab suddent death.
1.4
Myocardinal Infraction
1.4.1 Pengertian atau
Definisi
Infark Miokardiuma akut (IMA) didefinisikan sebagai
nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat
sumbatan akut pada arteri koroner. Smbatan ini sebagian besar disebabkan oleh
ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya
trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal.
Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat disebabkan juga oleh spasme arteri
koroner, emboli, atau vaskulitis (Perki,2004).
Infark miokardium adalah keadaan yang mengancam
kehidupan dengan tanda khas terbentuknya jaringan nekrosis otot yang permanen
karena otot jantung kehilangan suplai oksigen.
1.4.2
Etiologi
1)
Coronary arteri Disease
: aterosklerosis , artritis , trauma pada koroner, penyempitan arteri koroner
karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
2)
Coronary artery emboli
: infective endokarditis , cardiac myxoma , crdiopulmonal, bypass surgery ,
arteriography koroner.
3)
Kelainan kongenital :
anomali arteri koronaria
4)
Kaetidakseimbangan
suplai oksigen dan kebutuhan miokard : tirotoksikosis, hipotensi kronis,
keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
5)
Gangguan hematologi :
anemia , polisitemia vera , hypercoagulabity, trombosis, trombositosis dan DIC.
1.4.3
Iskemia
Miokard
|
Arterosklerosis
Spasme A.coronaria trombosis
|
Kebutuhan
Darah Koroner Meningkat
|
Kebutuhan
oksigen sangat tinggi
|
Angina
|
Kontraksi
Meningkat
|
Infark
Miokard
|
Curah Jantung Menurun
|
Syok/Mati
|
Beban
Kerja Jantung Meningkat
|
Tekanan
Darah Menurun
|
Stimulasi
Simpatis
|
Vasokontriksi
Perifer
|
Afterload
Meningkat
|
Perload/EDV
meningkat
|
1.4.4 Manifestasi
Klinis
Walaupun
sebagian banyak individu tidak memperlihatkan tanda infark miokard yang nyata
(suatu serangan jantung tersemar), biasanya timbul manifestasi klinis yang
bermakna:
1.
Nyeri dengan awitan
yang (biasanya) mendadak , sering digambarkan memiliki sifat meremukkan dan
parah. Nyeri dapat menyebar ke bagian atas tubuh mana saja, tetapi sebagian
besar menyebar ke lengan kiri, leher atau rahang. Nitrat dan istirahat dapat
menghilangkan iskemia di luar zona nekrotik dengan menurunkan beban kerja
jantung.
2.
Terjadi mual dan muntah
yang mungkin yang mungkin bekaitan dengan nyeri hebat.
3.
Perasan lemas yang
berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka.
4.
Kulit yang dingin,
pucat akibat vasokontriksi simpatis.
5.
Pengeluaran urine
berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron dan
ADH.
6.
Takikardi akibat
peningkatan stimulasi simpatis jantung.
7.
Keadaan mental berupa
perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati kematian sering terjadi ,
mungkin berhubungan dengan pelepasan hormon stress dan ADH (vasopresin).
1.4.5
Pemeriksaan Diagnostik
1) Riwayat
dan pemeriksaan fisik yang baik , termaksud riwayat penyakit jantung dalam
keluarga, penting terutama untuk mendiagnosis IM pada pasien yang dianggap
berisiko rendah , seperti wanita pramenopause.
2) Tekanan
darah mungkin berkurang atau normal bergantung pada luasnya kerusakan
miokardium dan keberhasilan refleks baroreseptor. Kecepatan denyut jantung
biasanya meningkat. Bunyi jantung keempat dapat terdengar.
3) EKG
dapat memperlihatkan perubahan akut di gelombang ST dan T seiring dengan
terjadinya infark. Dalam 1 atau 2 hari infark , terjadi pendalaman gelombang Q.
Walaupun perubahan gelombang ST dan T akan mengihilang seiring dengan waktu,
perubahan gelombang Q menetap dan dapat digunakan untuk mendeteksi infark
sebelumnya.
4) Timbul
gejala inflamasi sistemik, termaksuk demam, peningkatan jumlah leukosit, dan
peningkatan laju endap darah. Tanda-tanda ini dimulai sekitar 24 jam setelah
infark dan menetap sampa 2 minggu.
5) Kadar
enzim-enzim jantung (kreatinin,fosfokinase, glutamat oksaloasetat transaminase
serum, dan laktat dehidrogenase) di dalam serum meningkat akibat kematian sel
miokardium. Peningkatan tersebut terjadi dalam suatu pola khas , yang dimulai
segera setelah infark dan berlanjut sampa sekitar seminggu.
6) Kadar
troponin T dan troponin I dapat dideteksi dalam darah dalam 15-20 menit.
Mioglobin terdeteksi dalam 1 jam dan memuncak dalam 4-6 jam setelah infark.
1.4.6
Penatalaksanaan Terapi
Pencegahan
penyakit infark miokardium adalah penting. Teindakan pencegahan antara lain.
1) Menurunkan
atau mengurangi faktor resiko yang dapat diubah. Karena faktor resiko
kardiovaskuler saling berkaitan satu sama lain, bahkan penurunan moderat
bebrapa faktor resiko dapat lebih efektif dibandingkan dengan upaya penurunan
mayor satu faktor resiko. Sebagia contoh, penurunan faktor resiko serangan
jatung yang bermakna terjadi pada tingkat olahraga ringan (termaksuk berjalan
kaki), menghentikan kebiasaan merokok dan pembatasan sedang makanan berlemak.
Panduan penatalaksanaan resiko kardiovaskuler yang memasukkan upaya penurunan
resiko harus dilakukan secara rutin.
2)
Individu yang mengalami
stres , dan terutama mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung dalam
keluarga , harus diajarkan untuk menurunkan resiko dan mencari pertolongan
medis segera jika terjadi tanda infark miokard.
BAB II
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
Ny.T dengan
PENYAKIT JANTUNG
KORONER
2.1
PENGKAJIAN
1.
Data
Umum
a.
Identitas
Klien
Nama :Ny. T
Umur :48 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Marital : Menikah
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan :Petani
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Alamat
: Grogol, Kediri
Tanggal
Masuk : 19Januari 2012 jam 05.40 p.m
Tanggal
Pengkajian : 19Januari 2012 jam 06.00 p.m
No.
Register : 1201100
Diagnosa
Medis : Penyakit Jantung Koroner
b.
Identitas
Penanggung Jawab
Nama :Ny. W
Umur : 64 tahun
Hub. Dengan
Klien : Istri pasien
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kandat, Kediri
2.
Riwayat
Kesehatan
a. Keluhan
Utama
Pasien
mengatakan punggung rasa nyeri,kepala
sedikit pusing,mual dan muntah.
b. Riwayat
Penyakit Sekarang
Keluarga pasien
mengatakan pada tanggal 01-02-2012pagi, tiba-tiba pasien mengeluh nyeri dada
sebelah kiri, batuk – batukdan nafas terasa
sesak. Lalu pada
tanggal 15-02-2012 pkl.17.40 dibawa ke IGD RS. Baptis Kediri
dan diopname di GU 3A.
c. Riwayat
Kesehatan Dahulu
Keluaraga pasien
mengatakan pasien mempunyai riwayat HT dan penyakit
jantung koroner sejak 2 tahun yang lalu.
d. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien
mengatakan tidak ada anggota keluarganya
yang menderita penyakit sepertiHT
dan Jantung Koroner.
Genogram :
|
Keterangan:
= laki-laki
= perempuan
= hubungan perkawinan
= garis keturunan
= tinggal saturumah
=
meninggal
= pasien
e. Riwayat
Sosiokultural
Keluarga
pasien mengatakan, hubungan pasien dengan tetangga baik-baik saja, pasien
beragama islam dan tidak selalu
menjalankan sholat 5 waktu.
f.
Review Pola-Pola Sehat
sakit
Saat
sehat pasien sering melakukan berbagai aktivitasdisawah, dan kebun belakang rumahnya.Saat sakit,
pasien tidak dapat melakukan kegiatan seperti biasanya, pasien lebih banyak
berbaring ditempat tidur dan sesekali duduk sambil menonton televisi.
g.
Pola Fungsi Kesehatan
Gordon
1)
Pola Persepsi dan
Menejemen Kesehatan
Keluarga
pasien mengatakan bila pasien merasa sakitnya mengganggu aktifitas seperti
bertani maka pasien selalu periksa ke dokter, namun bila pasien hanya sakit
biasa seperti flu atau batuk pasien hanya memeriksakan di Puskesmas terdekat atau membeli obat di apotik terdekat.
2)
Pola Nutrisi Metabolik
Sebelum
sakit
|
Saat
sakit
|
Makan
: 3x sehari, nasi, lauk- pauk, sayur.
Minum
: 5-7 gelas/hari (air
putih)
|
Makan
: 3x sehari bubur, lauk, sayur dan buah
Minum:
4-5 gelas/hari(teh, air putih)
|
3)
Pola Eliminasi
Sebelum
sakit
|
Saat
sakit
|
BAK
: 4-5 x/hari
BAB
: 1-2x/hari
|
BAK
: 3 x/hari
BAB:
1x/ hari,
|
4)
Pola aktivitas dan
Latihan
Sebelum
sakit
|
Saat
sakit
|
Pasien
sering melakukan kegiatan di sawah dan kebun belakang rumah.
|
Pasien hanya berbaring
tidur, badan terasa lemah dan nafas sesak.
|
5)
Pola Kognitif dan
Persepsi
Kesadaran pasien composmentis, saat di ajak
komunikasi pasien tanggap dan merespon
meskipun tidak terlalu baik.
6)
Pola Persepsi- Konsep
Diri
Citra
diri:
A. Tanggapan
tentang tubuh:pasien dapat menggerakkan anggota tubuh baik kaki maupun tangannya.
B. Keadaan
yang dirasakan :pasien merasa tidak
nyaman karena pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur dan tidak dapat melakukan
kegiantan apa-apa.
Identitas:
A. Status
pasien dalam keluarga: kepala keluarga
Peran:
A. Kemampuan/kesanggupan
pasien melaksanakan perannya: pasien melakukan perannya sebagai kepala keluarga
dengan baik.
Ideal
diri/harapan:
Harapan pasien terhadap:
A. Tubuh:
dapat sembuh seperti semula.
B. Harapan
pasien terhadap lingkungan: dapat berinteraksi dengan tetangga seperti biasanya.
Sosial/interaksi:
A. Dukungan
keluarga dan tetangga baik saja.
7)
Pola Tidur dan
Istirahat
Sebelum
sakit
|
Saat
sakit
|
Tidur
siang + 1-2 jam/hari
Tidur
Malam +7-8jam/hari
|
Tidur
siang + 1 jam/hari
Tidur
Malam + 5-6 jam/hari
|
8)
Pola Peran Hubungan
Pasien
berperan sebagai kepala keluarga dari 3 orang anak.
Hubungan
pasien dengan keluarga baik baik saja
begitu juga dengan pegawai RS pasienmasih bisa sedikit kooperatif.
9)
Pola Seksual-
Reproduksi
Pasien
berjenis kelamin laki-laki berumur 67
tahun.
10)
Pola Toleransi
Stress-Koping
Keluarga
pasien mengatakan bila pasien merasa sakit, pasien selalu menceritakan kepada
keluarga tentang keluhannya dan bila dirasa parah minta memeriksakan ke dokter atau Puskesmas terdekat.
11)
Pola Nilai Kepercayaan
Keluarga
pasien mengatakan beragama islam dantidak setiap hari melakukan sholat 5 waktu.
Dan bila pasien sakittidak terlalau parah hanya diperiksakan di Puskesmas atau beli obat di Apotek.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a.
Keadaan Umum
Kesadaran
pasien composmentis, keadaan lemah , Terpasang
IV RL 500 ml Q 20 jam pada tangan sebelah kiri.
b.
Tanda Vital
Suhu
: 36,4oC Nadi:82
x/menit Napas:20x/menit T.Darah: 140/90 mmHg.
c.
Kepala
Kepala
simetris, rambut lurus danbersih,
berwarna hitam keputihan.
d.
Mata
Simetris,
reflek pupil baik, konjungtiva berwarna merah muda.
e.
Hidung
Simetris, tidak
ada secret.
f. Telinga
Simetris, tidak
ada serumen
g. Mulut
Kering, tidak
ada perdarahan maupun peradangan, tidak ada stomatitis.
h. Leher
Tidak ada
pembengkakan pada kelenjar tyroid dan tidak ada nyeri telan.
i.
Dada dan Punggung
Dada :
Inspeksi: saat
ekspirasi dan inspirasi pergerakan dada simetris antara kanan dan kiri.
Punggung
: tiadak ada kelainan pada bentuk punggung.
j.
Abdomen
Lunak,tidak
terdapat luka bekas operasi, tidak ada
pembesaran.
Auskultasi :
Tympani, bising usus 6x/menit.
k. Ekstermitas
Tidak terdapat
odema, klien mampu menggerakkan ekstrimitas
baik sisi kanan maupun ekstrimitas sisi kiri.Pada pemeriksaan
kekuatan otot di dapatkan.
55
55
3 5
|
5: dapat menahan gravitasi dan beban maksimal
4:
dapat menahan gravitasi dan beban minimal
3: dapat melawan grafitasi tanpa beban
2:
ada kontraksi, ada pergerakan tetapi tidak dapat melawan gravitasi
1:
hanya ada kontraksi otot
Ket : terpasang
IV RL 500ml Q 20 jam pada tangan sebelah kiri.
l.
Genetalia
Tidak terkaji.
m. Anus
Tidak terkaji.
4.
DATA
PENUNJANG
EKG S V1,2
Abnormal
Pemeriksaan Darah
Lengkap
Parameter
|
Hasil
|
Satuan
|
Nilai rujukan
|
Interpretasi
|
RBC
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW-SD
RDW-CV
WBC
BASO#
NEUT#
LYMPH#
PLT
PDW
MPV
P-LCR
PCT
IG
|
10,4
5,53
34,9
63,1
31,4
29,8
44,8
13,4
8,5
1,04
0,05
5,36
1,43
354
12,6
5,2
26,6+
0,18
0,04
|
g/dL
H
%
(L)
(Pg)
g/dL
fL
%
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
10^3/µL
fL
fL
fL
%
103/µL
|
L: 12,0-18,0
P: 11,4-15,1
L: 4,2-6,3
P:4,0-5,0
L: 37,0-51,0
P: 38,0-42,0
80,0-97,0
26,0-32,0
31,0-36,0
35-47
11,5-14,5
L: 4,1-10,9
P: 4,7-11,3
1,5-4
0,1-0,5
140-440
7,2-11,1
15,0-25,0
0,150-0,320
|
Menurun
Meningkat
Menurun
Menurun
Normal
Menurun
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Meningkat
Normal
|
5. DATA TAMBAHAN
Di
IGD tgl 19 Januari 2012 jam 18.00 WIB :
IV
RL 500 ml Q 20 jam
02 asal
kanul 2 liter/menit
2.2
ANALISA
DATA
1. Analisa
Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
Kolaboratif/ Keperawatan
|
1.
|
DS:
Pasien mengatakan nyeri
pada dada sebelah kiri dan kepala
terasa pusing.
DO:
-
Diagnosa :
Penyakit Jantung Koroner
-
TD : 140/100 mmHg
-
Suhu : 36,4oC
-
Nadi: 90 x/menit
-
Napas:26 x/menit
-
Pasien terbaring di tempat tidur
-
Sebagian ADL pasien dibantu
oleh keluarga dan perawat
-
Kesadaran
composmetis
|
Arteriosklerosis
Spasme
Arteri Coronaria
Penurunan
suplai O2
Iscemia
jaringan jantung/miokard
Perubahan
reversibal sel dan jaringan
Peningkatan produksi asam laktat
Nyeri Akut
|
Nyeri Akut
|
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
Kolaboratif/ Keperawatan
|
2.
|
DS:
Pasien
mengatakannyeri
pada dada sebelah kiri dan nafas terasa
sesak.
DO:
-
Pasien
terpasang O2: 2 liter / menit
-
TD : 140/100 mmHg
-
Suhu : 36,4oC
-
Nadi : 90x/menit
-
Napas : 26 x/menit
|
Arteriosklerosis
Spasme Arteri Coronaria
Penurunan suplai O2
Hipoksia Jaringan
Miokard
Hipoksia
Gangguan Pola Nafas
|
Gangguan Pola Nafas
|
2.
Daftar Masalah
Kolaboratif/ Diagnosa Keperawatan
No.
|
Tanggal
/ jam
Ditemukan
|
Masalah
Kolaboratif/ Diagnosa Keperawatan
|
Tanggal/
Jam Teratasi
|
1.
|
19 Januari 2012 jam 18.00 WIB
|
Nyeri akut berhubungan dengan iskhemiocard di tandai dengan:
-
Pasien mengatakan
nyeri pada dada sebelah kiri
-
TD :
140/100 mmHg
-
Suhu :
36,4oC
-
Nadi :
90 x/menit
-
Napas : 26 x/menit
-
Pasien terbaring di
tempat tidur
-
Kesadaran
composmetis
|
|
2.
|
19 Januari 2012 jam 18.00 WIB
|
Gangguan pola nafas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, iskemik pada miokard di tandai dengan:
-
Pasien mengatakan
nafas terasa sesak
-
Pasien
terpasang O2 2liter/menit
-
TD : 140/100 mmHg
-
Suhu : 36,4oC
-
Nadi: 90 x/menit
-
Napas : 26 x/menit
-
Sebagian ADL pasien dibantu oleh keluarga dan perawat.
|
|
2.3
PERENCANAAN
Nama : Ny.T
Umur :48th
No.Reg : 1201100
RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN (NCP/NURSING CARE PLANS)
NO.
|
Masalah kolaboratif/ diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Rencana
|
Rasional
|
Tanggal/
jam/ Paraf Dimulai
|
Tanggal/
Jam/ Paraf Dihentikan
|
1.
|
Nyeri akut berhubungan dengan iskhemiocard di tandai dengan:
-
Pasien mengatakan
nyeri pada dada sebelah kiri.
-
TD : 140/100 mmHg
-
Suhu : 36,4oC
-
Nadi : 90 x/menit
-
Napas : 26 x/menit
-
Pasien terbaring di
tempat tidur dengan posisi semi fowler.
-
Kesadaran
composmetis
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama
di Intsalasi Gawat Darurat diharapkan nyeri dada berkurang atau hilang dengan KH :
1.
Menyatakan
nyeri berkurang atau hilang.
2.
Menunjukan
postur tubuh rileks.
3.
Kemampuan
istirahat.
4.
Tanda-tanda vital
normal
|
1. Berikan
Health Education.
2. Anjurkan klien untuk memberitahu perawat jika terjadi nyeri
dada.
3. Anjurkan klien untuk bedrest total selama periode
nyeri.
4. Observasi
tanda-tanda vital.
|
1. Membantu
dalam meningkatkan pola hidup sehat pasien serta mengurangi resiko lanjutan
dari penyakit.
2. Nyeri dan
penurunan curah jantung dapat merangsang saraf simpatik untuk mengeluarkan
norepineprin yang meningkatkan kemajuan penyakit.
3. Menurunkan kebutuhan oksigen miocard untuk meminimalkan
resiko nekrosis.
4. Untuk
mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui lebih awal jika terjadi gangguan perfusi.
|
19 Januari 2012
jam 18.00 WIB
|
|
2.
|
Gangguan
pola nafas berhubungan dengan ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, iskemik pada miokard di
tandai dengan:
-
Pasien mengatakan
nafas terasa
sesak
-
Pasien
terpasang O2: 2liter/menit
-
TD : 140/100 mmHg
-
Suhu : 36,4 oC
-
Nadi: 90 x/menit
-
Napas:26 x/menit
-
SebagianADL
pasien dibantu oleh keluarga dan perawat
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamadi Instalasi Gawat
Daruratdiharapkanklien menunjukan
peningkatan toleransi aktivitasdengan KH:
1.
Melaporkan/
menunjukan toleransi aktivitas.
2.
Menunjukan
peningkatan toleransi aktivitas seperti semua ADL
bisa dilakukan sendiri.
|
1. Tinggikan
kepala tempat tidur bila klien sesak.
2. Evaluasi adanya / derajat cemas / emosi.
3. Kolaborasi
dengan
dokter dalam pemberian O2.
|
1. Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia.
2. Reaksi emosi berlebihan dapat mempengarui tanda vital
serta fungsi jantung.
3. Membantu
memenuhi kebutuhan O2 pasien dan mengurangi resiko hipoksia.
|
19 Januari 2012
Jam 18.00 WIB
|
|
2.4
IMPLEMENTASI
Nama :
Ny.T
Umur :48th
No.Reg :
1201100
Tanggal/jam
|
DIAGNOSA
|
IMPLEMENTASI
|
19 Desember 2011
Jam 06.00 p.m
|
1
|
1.
Memberikan Health
Education
2.
Menganjurkan
klien untuk memberitahu perawat jika terjadi nyeri dada.
3.
Menganjurkan
klien untuk bedrest total selama periode nyeri.
4.
Mengobservasi TTV
|
19 Desember 2011
Jam 06.00 p.m
|
2
|
1. Meninggikan kepala tempat tidur bila klien sesak.
2. Mengevaluasi adanya / derajat cemas / emosi.
3. Memberikan
O2 sesuai akvis dokter.
|
2.5
EVALUASI
Nama :
Ny.T
Umur :48th
No.Reg :
1201100
TANGGAL, JAM
|
DIAGNOSA
|
EVALUASI
|
19Januari 2011
Jam
18.00 WIB
|
1
|
S :
Pasien mengatakan
nyeri dada dan kepala terasa pusing.
O:
-
TD : 140/100 mmHg
-
Suhu : 36,4 oC
-
Nadi : 90
x/menit
-
Napas : 26 x/menit
-
Pasien terbaring di tempat tidur
A:
Masalah
belum teratasi
P:
Intervensi
no.2,3 dilanjutkan
|
.Jam 18.30 WIB.
|
|
S:
Pasien mengatakan masih
terasa nyeri pada dada dan pusing berkurang.
O:
Keadaan umum composmentis
A:
Masalah
teratasi sebagian
P:
Intervensi
no.2,3 dilanjutkan
|
19 Januari 2012 jam18.00 WIB.
|
2
|
S :
Pasien mengatakan sesak nafas.
O :
Keadaan umum
lemah, Pasien terpasang O2: 2liter/menit
-
TD : 140/100 mmHg
-
Suhu :36,4 oC
-
Nadi: 90 x/menit
-
Napas: 26 x/menit
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi no.1,2,3,
dilanjutkan
|
18.30 WIB
|
|
S:
Pasien mengatakan sesak berkurang, nyeri dada masih
terasa.
O:
O2
2 liter/menit
RR
: 22/menit
A:
Masalah
teratasi sebagian
P:
Intervensi
no.3 dilanjutkan
|
DAFTAR PUSTAKA
Corwin.J Elizabeth.2009.Buku Saku
Patofisiologi.Jakarta:EGC
Doenges E. Marilynn dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
edisi 3.Jakarta:EGC
Musttaqin Arif.2009.Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Krdiovaskuler..Jakarta:Salemba Medika
Musttaqin Arif.2009.Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Krdiovaskuler dan Hematologi.Jakarta:Salemba Medika
Udjianti Wajan Juni.2010.Keperawatan
Kardiovaskuler:Salemba Medika
Dhintea:)
terimakasih banyak, sangat membantu sekali..
BalasHapushttp://acemaxsshop.com/obat-herbal-jantung-koroner/