Jumat, 13 September 2013

Patients With Vascular Disorders and Problems of Peripheral Circulation



BAB I
TINJAUAN TEORI



A.    Arteriosclerosis
1. Definisi
Arteriosclerosis adalah suatu kondisi kronis yang juga dikenal dengan nama Pengerasan arteri, yang merupakan istilah harfiah yang mengacu pada penebalan atau pengerasan dinding arteri yang menyalurkan darah seluruh tubuh. Arteriosclerosis merupakan salah satu jenis penyakit jantung dan pembuluh darah yang bisa menyebabkan serangan jantung. Arteri adalah pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi dari hati ke seluruh tubuh. Arteri yang sehat bersifat fleksibel, kuat dan elastis. Seiring waktu, terlalu banyak tekanan dalam arteri dapat membuat dinding menjadi tebal dan kaku, terkadang membatasi aliran darah ke organ dan jaringan. Proses ini disebut arteriosclerosis atau pengerasan pembuluh darah.
2. Etiologi
Arteriosclerosis biasanya diawali oleh atherosclerosis, yaitu pengendapan kolesterol dan lemak (plak) di bagian dalam dinding pembuluh darah, yang akan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah sehingga dapat menghambat aliran darah. Paling berbahaya jika penyempitan terjadi di pembuluh koroner jantung dan pembuluh darah otak, karena bisa mengakibatkan serangan jantung dan stroke. Karena pengendapan lemak di pembuluh darah, organ dan jaringan bisa jadi tidak menerima darah yang cukup dan tidak bisa berfungsi dengan baik. Plak tersebut bisa pecah dan kemudian mengakibatkan bekuan darah yang merusak organ. Bekuan darah ini juga bisa sampai di bagian tubuh lain dan menyumbat aliran darah ke organ tubuh yang lain.
Beberapa penyebab pengerasan pembuluh darah ini adalah hipertensi, diabetes mellitus, kebiasaan merokok, dan obesitas. Beberapa gejala yang mungkin timbul dan tidak boleh Anda abaikan adalah tekanan darah tinggi, infeksi ginjal, pengurangan sirkulasi darah ke jari-jari tangan dan kaki. Gejala lain yang mungkin timbul adalah penurunan aktifitas mental, kehilangan memori, pusing dan kebingungan. Yang paling umum terjadi mungkin arteriosclerosis koroner, yaitu ketika pembuluh darah di jantung menjadi sangat sempit sehingga darah tidak bisa mengalir.
3. Patofisiologi
Pada pembuluh koroner terjadi penonjolan yang di ikuti dengan garis lemak pada inti pembuluh yang timbul sejak usia dibawah 10 tahun. Garis lemak ini awalnya timbul pada aorta dan arteri koroner. Pada umur 20 tahun ke atas garis lemak ini terlihat hampir pada semua orang, garis lemak ini tumbuh jadi  fibrous plaque yaitu suatu penonjolan jaringan kolagen dan sel- sel nekrosis. Lesi ini padat, pucat dan berwarna kelabu yang disebut arteroma. Plak fibrus timbul pada usia 30an .pada usia 40 tahun timbul lesi yang lebih kompleks dan timbul konsekuensi klinis seperti angina  pektonis, infrak miocard , dan mati mendadak. (Dede Kusuma dan Moectar Hanafi, 2004).
a.       Angina
Angina pectoris merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran darah ke arterimiokard berkurang sehingga ketidakseimbangan terjadi antara suplay O2 ke miokardium yang dapat menimbulkan iskemia, yang dapat menimbulkan nyeri yang kemungkinan akibat dari perubahan metabolisme aerobik menjadi anaerob yang menghasilkan asam laktat yang merangsang timbulnya nyeri (Asikin Hanifah, 2004).
b.      Infrak miocard akut
     Dua jenis IMA adalah komplikasi hemidinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miocard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (strok volume) dan peningkatan volume ahir distolik vertikel kiri. Tekanan ahir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik . peningakatan atrium kiri di atas 25 mmhg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah infrak,tetapi juga miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi,khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergic,untuk mempertahankan curah jantung,tetapi dengan akibat peningakatan kebutuhan oksigen miocard. Kompensasi ini jelas tidak memadahi bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia. Bila infrak kecil dan miokard bekompensasi dengan masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infrak luas dan miocard harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia, tekanan ahir diasatolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA akan terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung  yang terkena ataupun yang tidak terkena infrak.
Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritma. Pasien IMA umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis  denganakibat kecenderungan meningkatnya bradiaritma , sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infrak. (Lawrence M.Tierney,Jr.2006)
4. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala Arteriosklerosis (A.J. Ramadhan, 2010).Sebelum terjadinya penyempitan arteri atau penyumbatan mendadak, aterosklerosis biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejalanya tergantung dari lokasi terbentuknya, sehingga bisa berupa gejala jantung, otak, tungkai atau tempat lainnya.
a.    Angina(Asikin Hanifah, 2004)
1.    Nyeri dada dan leher.
2.    Sesak nafas.
3.    Gangguan kesadaran
b.    IMA(Lawrence M.Tierney,Jr.2006)
1.    Tanda
a.    Umum : pasien biasanya tampak cemas dan sering banyak berkeringat. Frekuensi jantung dapat bervariasi dari bradikardi ( paling sering pada infrak inferior) sampai takikardi akibat aktifitas sistim saraf simpatis, curah jantung yang rendah, demam sub febril ,dapat muncul setelah 12 jam dan menetap selama beberapa hari.
b.    Dada ; lapangan paru yang bersih prognosisnya baik. Tapi biasanya terdengar bunyi rales pada basis paru dan bukan berarti gagal jantung.
c.    Jantung : pemeriksaan fisik jantung, distensi vena jugularis
2.    Gejala
a.    Nyeri infrak : pada asebagian pasien infrak terjadi pada saat beristirahat , tidak seperti serangan angina ,dan lebih sering pada dini hari. Lokasi dan penjalaran nyerinya sama dengan angina tapi lebih berat serta bertambah cepat sesuai intensitas maksimumnya dalam beberapa menit dan bertambah berat sampai beberapa jam.
b.    Gejala penyerta : berkeringat dingin, lemas , cemas ,dispnea, ortopnea, batuk , wheezing , mual dan muntah.
5. Pemeriksaan diagnostik
Sebelum terjadinya komplikasi, aterosklerosis mungkin tidak akan terdiagnosis. Sebelum terjadinya komplikasi, terdengarnya bruit (suara meniup) pada pemeriksaan dengan stetoskop bisa merupakan petunjuk dari aterosklerosis. Denyut nadi pada daerah yang terkena bisa berkurang. Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis aterosklerosis dengan ABI (ankle-brachial index) yang dilakukan pengukuran tekanan darah di pergelangan kaki dan lengan, pemeriksaan doppler di daerah yang terkena, skening ultrasonik duplex, CT scan di daerah yang terkena, arteriografi resonansi magnetic, arteriografi di daerah yang terkena dan IVUS (intravascular ultrasound).
6. Penatalaksanaan
1.        Farmakoterapi
a.    Nitrat (obat pertama yang dipilih untuk mengurangi angina pektonis). Nitrat dapat mengurangi serangan angina atau nyeri dada yang disebabkan oleh arteriosklerosis sehingga obat ini tepat untuk diberikan.
b.    Aspirin ,ticlopidin dan clopidogrel atau anti koagualn bias diberikan untuk mengurangi resiko terbentuknya pembekuan darah.
c.    Modifikasi diet (mengurangi makanan yang mengandung lemak dan kolesterol).
d.   Pembedahan bila tindakan diatas tidak berhasil mengontrol angina.
e.    Angioplasti  koroner trasluminal perkutan (PTCA). Dilakukan untuk meratakan plak dan meningkatkan aliran darah yang terdapat endapan lemak.
f.     Tandur bypass arteri koroner (CABG). Merupakan prosedur yang sangat invasive, dimana arteri atau vena yang normal dari penderita digunakan untuk membuat jembatan guna menghindari arteri yang telah tersumbat.
g.    Enarteroktomi, pembedahan untuk mengangkat endapan. Angina (Lawrence M.Tierney,Jr.2006).
2.      Farmakoterapi angina
a.       Beta-blocker
Obat ini mempengaruhi efek hormon epinephrine dan norepinephrine pada jantung dan organ lainnya .Beta-blocker mengurangi denyut jantung pada saat istirahat. Selama melakukan aktivitas, Beta-blockerr membatasi peningkatan denyut jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen.


b.      Nitrat (contohnya nitroglycerin).
Nitrat menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah, terdapat dalam bentuk short-acting dan long-acting. Sebuah tablet nitroglycerin yang diletakkan di bawah lidah (sublingual) biasanya akan menghilangkan gejala angina dalam waktu 1-3 menit, dan efeknya berlangsung selama 30 menit. Penderita stable angina kronik harus selalu membawa tablet atau semprotan  nitroglycerin setiap saat.
c.       Antagonis kalsium
Obat ini mencegah pengkerutan pembuluh darah dan bisa mengatasi kejang arteri koroner. Antagonis kalsium juga efektif untuk mengobati variant angina. Beberapa antagonis kalsium (misalnya verapamil dan diltiazem) bisa memperlambat denyut jantung. Obat ini juga bisa digabungkan bersama Betablocker untuk mencegah terjadinya episode takikardi (denyut jantung yang sangat cepat).
d.      Antiplatelet (contohnya aspirin). Platelet adalah suatu faktor yang diperlukan untuk terjadinya pembekuan darah bila terjadi perdarahan. Tetapi jika platelet terkumpul pada ateroma di dinding arteri, maka pembentukan bekuan ini (trombosis) bisa mempersempit atau menyumbat arteri sehingga terjadi serangan jantung. Aspirin terikat pada platelet dan mencegahnya membentuk gumpalan dalam dinding pembuluh darah, jadi aspirin mengurangi resiko kematian karena penyakit arteri koroner.
IMA(Lawrence M.Tierney,Jr.2006)
1.         Istirahat total.
2.         Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).
3.         Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
4.         Atasi nyeri :
a. Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
b. Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
c. Oksigen 2-4 liter/menit.
d.Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 m.
5.         Antikoagulan :
a.    Heparin 20.000-40.000 U/24 jam iv tiap 4-6 jam atau drip iv dilakukan atas indikasi.
b.    Diteruskan asetakumoral atau warfarin.
c.    Streptokinase / trombolisis.
6.         Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%.

B.     Atherosclerosis
1.         Definisi
Aterosklerosis, atau pengerasan arteri, adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel) dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebral.
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan sel indotel atau dari stimulus lain. Kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain. Cedera pada sel endotel meningkatkan permeablilitasnya terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan trigliserida, sehingga zat-zat ini dapat masuk ke dalam arteri. Oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera. Sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktivasi sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimiawi) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan, dan fibrosis. Pada saat ditari ke area cidera, sel darah putih akan menempel di sana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti Velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah putih. Pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai beremigrasi di antara sel-sel endotel, ke ruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan, bersama neutrofil, tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsang ploriferasi sel otot polos, yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat. Pada tahap indikasi dini kerusakan terdapat lapisan lemak di arteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (trombus). Sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah. Hasil akhirnya adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit, dan proliferasi sel otot polos.
Meskipun tanpa ada cedera langsung pada sel endothelial, perubahan faktor adhesi endotel dapat terjadi, yang mengakibatkan akumulasi sel darah putih dan pelepasan mediator inflamasi dan zat pembentuk bekuan. Mengapa beberapa individu dapat memiliki terutama faktor adhesif yang masih aktif belum jelas. Ada kecenderungan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan menjadi penyebab.
Apapun yang menjadi faktor pemicunya, aterosklerosis menyebabkan penurunan diameter arteri dan peningkatan kekakuan. Area aterosklerotik pada arteri disebut plak.
2.         Etiologi
Terdapat beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan kerusakan sel endotel, yang kemudian mencetuskan rangkaian proses tersebut. Dapat dikatakan bahwa beberapa proses pencetus yang terlibat berbeda-beda pada masing-masing individu. Lima hipotesis tersebut antara lain:
                         i.          Kolesterol Serum Tinggi
Hipotesis pertama mengisyaratkan bahwa kadar kolesterol serum tinggi dan trigliserida dalam sirkulasi yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan aterosklerosis. Pada pengidap aterosklerosis, pengendapan lemak yang disebut ateroma, ditemukan di seluruh kedalaman tunika intima, yang meluas ke dalam tunika media.
Kolesterol dan trigliserida yang dibawa di dalam darah terbungkus dalam protein pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein densitas-tinggi (high density lipoprotein, HDL) membawa lemak keluar sel untuk diuraikan, dan dikenal sifat protektif melawan aterosklerosis. Lipoprotein densitas-rendah (low density lipoprotein, LDL) dan lipoprotein densitas-sanagat-rendah (very low density lipoprotein, VLDL) membawa lemak masuk ke sel tubuh, termasuk sel endotel arteri. Terutama yang berisiko aterosklerosis adalah individu yang membawa defek protein E apolipoprotein spesifik yang normalnya terlibat dalam ambilan partikel lipoprotein hati secara efisien, merangsang pengeluaran kolesterol dari makrofag pada lesi aterosklerosis, dan pengaturan respons imun dan inflamasi. Pada dinding arteri, oksidasi kolesterol dan trigliserida menyebabkan pembentukan radikal bebas yang diketahui merusak sel endotel.
Beradasarkan hipotesis ini, hipotesis oksidatif-modifikasi pada aterosklerosis, yang diawali oksidasi LDL pada lapisan subendotel arteri menyebabkan berbagai reaksi inflamasi, yang akhirnya menarik monosit dan neutrofil ke area lesi. Sel-sel darah putih ini melekat ke lapisan endotel oleh molekul adhesif, dan melepaskan mediator inflamasi lain yang menarik makin banyak sel darah putih ke area tersebut dan selanjutnya merangsang oksidasi LDL. Pada akhirnya, monosit bergerak masuk ke dinding artei, yang merupakan tempat pematangan menjadi makrofag dan mengubah LDL menjadi sel buih. Selanjutnya merangsang respons inflamasi. Menurut hipotesis ini, makin tinggi kadar LDL dalam sirkulasi, makin sering terjadi kerusakan.
Individu diabetes melitus sering memperlihatkan aterosklerosis yang disebabkan kolesterol tinggi. Diabetes melitus adalah faktor risiko utama untuk aterisklerosis. Individu pengidap diabetes memiliki kolesterol dan trigliserida plasma yang tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar organ menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, kemudian menstimulasi reaksi inflamasi yang berperan menyebabkan ateroskleorosis.
                           ii.          Tekanan Darah Tinggi
Hipotesis kedua mengenai pembentukan aterosklerosis didasarkan temuan bahwa tekanan darah tinggi yang kronis menimbulkan gaya regang/potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol yang merupakan awal cidera. Gaya regang utama terjadi di tempat-tempat arteri bercabang (bifurkasi) atau melengkung: merupakan ciri khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri serebum. Dengan robeknua lapisan endotel, dapat terjadi kerusakan yang berulang sehingga terjadi siklus inflamasi, penimbunan dan pelekatan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan. Setiao trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga terjadi tromboembolus di bagian hilir, atau makin membesar yang cukup untuk menyumbat aliran darah. Trombus juga melemahakan arteri sehingga dapat pecah pada kondisi tekanan darah yang terkontrol.
                         iii.          Infeksi
Hipotesis ketiga pembentukan aterosklerosis menjelaskan bahwa sebagian sel endotel mungkin menjadi terinfeksi oleh mikroorganisme dalam sirkulasi. Infeksi secara langsung menghasilkan sel-sel radikal bebas yang merusak: infeksi juga mencetuskan siklus inflamasi, yaitu proses yang dikaitkan dengan radikal bebas dan aktivitas faktor pelekatan. Sel darah putih dan trombosit datang ke area tersebut, kemudian membentuk bekuan dan jaringan parut. Organisme spesifik yang biasanya diduga berperan dalam teori ini adalah Chlamydiapneumoniae, yang merupakan patogen umum sistem pernapasan.
                         iv.          Kadar Besi Darah Tinggi
Hipotesis keempat mengenai aterosklerosis arteri koroner adalah bahwa kadar besi serum yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau memperparah kerusakan dari penyebab lain. Proses oksidasi besi sangat cepat dan mampu menghasilkan radikal bebas yang merusak arteri. Teori ini diajukan oleh sebagian orang ahli untuk menjelaskan perbedaan mencolok dalam insiden penyakit arteri koroner antara pria dan wanita pramenopous, yang biasanya memiliki kadar besi lebih rendah.
                           v.               Kadar Homosistein Darah
Hipotesis kelima menjelaskan bahwa individu yang mengalami peningkatan kadar homosistein plasma, juga mengalami peningkatan penyakit vaskular. Homosistein adalah asam amino yang dibentuk oleh metabolisme metionin. Peneliti menduga hiperhomosisteinemia berkaitan denga disfungsi endotel, dengan manifestasi khusus penurunan avaibilitas derivat oksida-nitrat endotel, yang merupakan vasodilator lokal. Hiperhomosisteinemia juga meningkatkan kerentanan terhadap trombosis arteri dan percepatan pembentukan aterosklerosis pada tikus yang mengalami defisiensi apolipoprotiene. Homosistein juga meningkatkan oksidasi LDL. Defisiensi nutrisi untuk asam folat dan vitamin B dihubungkan dengan peningkatan homosistein.
3.             Patofisiologi/Web of Caution
Sistem kardiovaskuler bekerja secara terus-menerus dan pada kebanyakan kasus, secara efisien. Tapi masalah dapat muncul ketika aliran darah berkurang atau tersumbat. Bila pembuluh darah ke jantung tersumbat total, jantung tidak mendapatkan oksigen secara cukup dan suatu serangan jantung dapat terjadi. Hal ini dapat berakibat fatal, dan pada kenyataannya, menghasilkan jumlah jutaan kematian setiap tahun, membuat penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Penyakit jantung dapat bersiklus fatal, karena pembuluh darah terbatas, tidak hanya dapat merusak jantung, tapi juga membuatnya bekerja lebih keras untuk memompa darah melalui sistem sirkulasi. Lagipula, kerusakan jantung menjadikan jantung kurang efisien dan harus bekerja walaupun dengan keras untuk tetap melanjutkan suplai oksigen ke seluruh tubuh. Dari waktu ke waktu, penyakit jantung memimpin masalah utama penglibatan jantung, paru-paru, ginjal, dan segera keseluruhan sistem, sebab setiap organ dalam tubuh mempercayakan kecukupan oksigen dan nutrisinya pada jantung. Secara khusus, sumbatan yang menyebabkan masalah dibentuk oleh suatu pertumbuhan lekatan yang dikenal sebagai plak aterosklerotik.
Arterosklerosismerupakan suatu proses yang kompleks. Secara tepat bagaimana arterosklerosis dimulai atau apa penyebabnya tidaklah diketahui, tetapi beberapa teori telah dikemukakan.
Kebanyakan peneliti berpendapat aterosklerosis dimulai karena lapisan paling dalam arteri, endotel, menjadi rusak. Sepanjang waktu, lemak, kolesterol, fibrin, platelet, sampah seluler dan kalsium terdeposit pada dinding arteri.
Timbul berbagai pendapat yang saling berlawanan sehubungan dengan patogenesis aterosklerosispembuluh koroner. Namun perubahan patologis yang terjadi pada pembuluh yang mengalami kerusakan dapat diringkaskan sebagai berikut:
1.         Dalam tunika intima timbul endapan lemak dalam jumlah kecil yang tampak bagaikan garis lemak.
2.         Penimbunan lemak, terutama betalipoprotein yang mengandung banyak kolesterol pada tunika intima dan tunika media bagian dalam.
3.         Lesi yang diliputi oleh jaringan fibrosa menimbulkan plak fibrosis.
4.         Timbul ateroma atau kompleks plak aterosklerotik yang terdiri dari lemak, jaringan fibrosa, kolagen, kalsium, debris seluler dan kapiler.
5.         Perubahan degeneratif dinding arteria.
Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan vascular untuk memberikan respon juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum nampak sampai proses aterogenik sudah mencapai tingkat lanjut. Fase preklinis ini dapat berlangsung 20-40 tahun. Lesi yang bermakna secara klinis, yang dapat mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah. Banyak penelitian yang logis dan konklusif baru-baru ini menunjukkan bahwa kerusakan radikal bebas terhadap dinding arteri memulai suatu urutan perbaikan alami yang mengakibatkan penebalan tersebut dan pengendapan zat kapur deposit dan kolesterol. Sel endotel pembuluh darah mampu melepaskan endothelial derived relaxing factor (EDRF) yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah, dan endothelial derived constricting factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi pembuluh darah. Pada keadaan normal, pelepasan ADRF terutama diatur oleh asetilkolin melalui perangsangan reseptor muskarinik yang mungkin terletak di sel endotel. Berbagai substansi lain seperti trombin, adenosine difosfat (ADP), adrenalin, serotonin, vasopressin, histamine dan noradrenalin juga mampu merangsang pelepasan EDRF, selain memiliki efek tersendiri terhadap pembuluh darah. Pada keadaan patologis seperti adanya lesi aterosklerotik, maka serotonin, ADP dan asetil kolin justru merangsang pelepasan EDCF. Hipoksia akibat aterosklerotik pembuluh darah juga merangsang pelepasan EDCF. Langkah akhir proses patologis yang menimbulkan gangguan klinis dapat terjadi dengan cara berikut:
1.    Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plaque.
2.      Perdarahan pada plak ateroma.
3.      Pembentukan thrombus yang diawali agregasi trombosit.
4.      Embolisasi thrombus atau fragmen plak.
5.      Spasme arteria koronaria.
Aterosklerotik dimulai dengan adanya kerusakan endotel, adapun penyebabnya antara lain adalah:
1.    Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah.
2.    Tekanan darah yang tinggi.
3.    Tembakau.
4.    Diabetes
Dikarenakan kerusakan pada endothelium, lemak, kolesterol, platelet, sampah produk selular, kalsium dan berbagai substansi lainnya terdeposit pada dinding pembuluh darah. Hal itu dapat menstimulasi sel dinding arteri untuk memproduksi substansi lainnya yang menghasilkan pembentukannya dari sel.

4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis arteriosklerosis biasanya terjadi pada tahap akhir perjalanan penyakit. Gejala aterosklerosis tersebut meliputi:
a.         Klaudikasio interminten, suatu perasaan nyeri dan kram di ekstermitas bawah, terutama terjadi selama atau setelah olahraga. Klaudikasio interminten disebabkan buruknya aliran darah yang melewati pembuluh aterosklerotik yang memperdarahi tungkai bawah. Pada saat kebutuhan oksigen otot tungkai akan meningkat, maka aliran yang terbatas tersebut tidak dapat menyuplai oksigen yang dibutuhkan dan terjadi nyeri akibat iskemia otot. Sering dengan memburuknya aterosklerosis, nyeri interminten dapat berkembang menjadi nyeri saat istirahat, karena pada kebutuhan oksigen yang normal sekalipun tidak dapat dipenuhi.
b.    Peka terhadap rasa dingin karena aliran darah ke ekstremitas tidak adekuat.
c.    Perubahan warna kulit karena berkurangnya aliran darah ke suatu daerah area tubuh. Akibat iskemia, area darah tersebut menjadi pucat. Hal ini diikuti oleh respon autoregulasi lokal sehingga hiperemia (peningkatan aliran darah) ke tersebut sehingga kulit merona merah.
d.   Dapat diraba penurunan denyut arteri di sebelah hilir dari lesi aterosklerotik. Apabila aliran darah tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan-kebuatuhan metabolik, dapat terjadi nekrosis sel dan gangren.
5.    Pemeriksaan diagnostik/penunjang
a.    Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dapat mengindikasikan adanya faktor risiko untuk ateroklerosis. Kadar kolesterol dalam darah di atas 180 mg/dl dianggap meningkat, dan individu tersebut dianggap sangat berisiko mengidap penyakit arteri koroner.
b.    Teknik non-invasif yang disebut reactive hyperemia peripheral arterial tonometry (RH-PT) digunakan untuk mengevaluasi potensi ateroklerosis stadium awal pada individu. Aliran balik volume darah dari jari diukur setelah periode singkat iskemia buatan. Aliran balik yang lebam pada ekstermitas merupakan teori untuk menduga disfungsi endotel yang serupa pada tingkat arteri koroner.
c.    Pemeriksaan pencitraan radiografik arteri memungkinkan kita memvisualisasi lesi ateroklerotik. Pengidentifikasian dan pemantauan aterosklerosis mungkin dilakukan menggunakan alat pemindaian (CT) koroner atau arteri karotis, ultrasonografi, atau MRI.
6.    Penatalaksanaan/terapi
a.    Modifikasi diet dapat menurunkan kadar LDL dan memperbaiki kadar HDL. Makanan tinggi serabut (buah-buahan, sayuran, padi-padian), lemak ikan (asam lemak omega 3), produk kacang kedelai (isoflavon), dan bawang putih telah terbukti dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.
b.    Terapi atau obat seringkali digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol total dan kadar trigliserida serta memperbaiki HDL. Obat yang dikenal sebagai statin, terbukti efektif, meskipun ada kontraindikasi dan efek samping yang mungkin serius.
c.    Aspirin atau obat antitrombosit untuk mengurangi risiko pembentukan trombus.
d.   Olahraga atau latihan fisik yang terprogram dapat menurunkan LDL, meningkatkan konsentrasi HDL, dan menurunkan berat badan. Olahraga juga dapat meningkatkan pembentukan pembuluh kolateral di sekitar bagian yang tersumbat.
e.    Kadar glukosa gula darah perlu dikontrol ketat untuk pasien pengidap diabetes.
f.     Pasien aterosklerotik harus menghentikan kebiasaan merokok karena efek senyawa asap rokok merusak dinding sel endotel.
g.    Obat antihipertensi akan mengurangi gaya regang pada dinding endotel.
h.    Oksida nitrat atau nitrogliserin mungkin diberikan pada pasien vasospasmae untuk merelaksasi dinding pembuluh darah.
i.      Obat antivirus mungkin memberi perlindungan terhadap cedera akibat proses infeksi pada lapisan endotel.
j.      Donor darah oleh pria sebanyak tiga kali dalam setahun akan menurunkan kadar besi sampai ke tingkat seperti wanita yang sedang haid, sehingga menurunkan cedera oksidatif.
C.     Peripheral Vascular System
                         i.              Arterial Thrombosis and Embolism
1. Definisi
Penyakit jantung koroner adalah penyempitan pembuluh darah arteri menuju jantung atau terjadinya penyumbatan pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah koroner. Terjadinya penyumbatan ini akan berakibat pada terhambatnya supply zat makanan terutama oksigen agar jantung tetap dapat memompa darah ke seluruh tubuh tanpa henti, untuk itu supply zat makanan dan oksigen dalam darah pun harus tetap lancar karena jantung bekerja keras tanpa henti meskipun disaat kita terlelap. Jika pembuluh darah koroner mengalami penyempitan ataupun tersumbat  maka dapat dipastikan pasokan darah ke jantung menjadi terganggu dan berkurang.
Sirkulasi darah dari jantung ke seluruh tubuh mungkin terjadi dengan bantuan pembuluh darah yang disebut arteri koroner. Ada dua arteri koroner yang berada di kedua sisi jantung yang berfungsi mengedarkan darah beroksigen ke seluruh tubuh. Karena suatu sebab, arteri bisa mengalami penyempitan yang berpotensi berujung pada pengerasan arteri koroner yang disebut juga sebagai aterosklerosis (atherosclerosis).
Kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan jantung dan berpotensi menyebabkan kerusakan organ tubuh lain. Aterosklerosis terjadi karena deposis plak di dinding bagian dalam arteri sehingga menyebabkan penyumbatan. Gaya hidup tidak sehat, merokok, alkohol adalah beberapa alasan yang bertanggung jawab menyebabkan gangguan kardiovaskular. Akumulasi berbagai zat yang terdiri dari kalsium, kolesterol, dan lemak menyebabkan penyempitan yang berujung pada penyumbatan arteri koroner.
Akibat penyempitan ini, sirkulasi darah menjadi tidak memadai. Karena terjadinya penyumbatan pada arteri koroner, jantung menjadi menderita dan pada akhirnya dapat berhenti berfungsi yang mengakibatkan kematian. Emboli paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus secara tiba-tiba terjadi. (Perisai Husada-klinik specialis penyakit dalam dan syaraf). Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal dari suatu tempat. (brunner dan suddarth, 1996, 620)
2. Etiologi
Faktor penyebab utama:
1.    Hipertensi
2.    Diabet
3.    Kolesterol
4.    Merokok
5.    Faktor keturunan
Penyebab Tambahan :
1.    Kegemukan (obesitas)
2.    Stress
3.    Faktor usia (makin tua, resiko makin meningka)
4.    Kurang olahraga
5.    Pemakaian tertent, misalnya obat-obat steroid
Kebanyakan kasus emboli paru brunner dan suddarth (1996, 60) disebabkan oleh :
1. bekuan darah
2. gelembung udara
3. lemak
4. gumpalan parasit
3. Patofisiologis
 Sel tumor Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilai, menerima aliran darah sedikit maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi perfusi, menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2. (brunner dan suddarth, 1996, 621)
Konsekuwensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikl kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (brunner dan suddarth, 1996, 621)
4. Manisfestasi klinis
Pemeriksaan diagnostic emboli paru menurut brunner dan suddarth, (1996, 622) adalah :
1.    Rontgen dada
Rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat meunjukkan pneumokontriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulonal dan efussi pleura.
2.    EKG
EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau fibrilasi dan kemungkinan penyimpangan aksis kanan, atau regangan vcentrikel kanan.
3.    Pletismografi impedans
Pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya troimbosis pada vena profunda.
4.    Gas darah arteri
Gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik. Kadang dapat subternal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (brunner dan suddarth, 1996, 621)
Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dyspnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian mendadak. (brunner dan suddarth, 1996, 621)
Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal, mengakibatkan infark kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai bronkopneumoni atau gagal jantung. (brunner dan suddarth, 1996, 622).
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Arteriografi A. Mesenterika
b. USG Abdomen
c. Kolonoskopi
6. Penatalaksanaan
Menurut brunner dan suddarth (1996, 623) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencaklup beragam modalitas :
1. terapi antikoagulan
2. terapi trombolitik
3. tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular
4. intervensi bedah
Terapi koagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi metoda primer secara tradisional untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan embolisme paru.
Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga digunakan dalam mengatasi embolisme paru, terutama pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi paru lbih besar, karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan curah jantung.
Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vaskular pasien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan dan mengurangi hipertensi paru.
Intervensi bedah yang dilakukan adalah embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi berikut :
1. jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas
2. jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi
3. jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah paru.
Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass jantung paru.

D.    Peripheral Arterial Disease
1. Definisi
Penyakit pembuluh darah perifer (PVD) adalah suatu kondisi hampir pandemi yang berpotensi menyebabkan kehilangan anggota tubuh atau bahkan kematian. Penyakit pembuluh darah perifer bermanifestasi sebagai perfusi jaringan yang tidak memadai disebabkan oleh aterosklerosis ada yang mungkin akut diperparah oleh salah emboli atau trombus. Banyak orang hidup sehari-hari dengan penyakit pembuluh darah perifer, namun, dalam pengaturan seperti iskemia tungkai akut, penyakit ini pandemi dapat mengancam nyawa dan dapat memerlukan intervensi darurat untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas.

2. Etiologi
Faktor utama untuk mengembangkan penyakit pembuluh darah perifer (PVD) adalah aterosklerosis. Penyakit lain yang sering hidup berdampingan dengan PVD adalah penyakit arteri koroner (CAD), infark miokard (MI), fibrilasi atrium, transient ischemic attack, stroke, dan penyakit ginjal. PVD yang berdampingan dengan CAD mungkin menunjukkan peningkatan beban dari ateroma. Penelitian menunjukkan bahwa bahkan tanpa gejala penyakit arteri perifer (PAD) dikaitkan dengan peningkatan mortalitas CAD, tes noninvasif untuk penyakit pembuluh darah, Kecepatan gelombang pulsa dan pergelangan kaki- brachial index telah dikaitkan dengan jumlah pembuluh terhalang dengan CAD. Faktor risiko untuk PVD termasuk merokok, hiperlipidemia, diabetes mellitus, dan hiperviskositas.
Etiologi lainnya untuk mengembangkan PVD mungkin termasuk flebitis, cedera atau operasi, dan penyakit autoimun, termasuk vaskulitid, arthritis, atau koagulopati. PVD jarang menunjukkan onset akut, bukannya memanifestasikan kemajuan yang lebih kronis gejala. Pasien dengan emboli akut yang menyebabkan iskemia ekstremitas mungkin memiliki fibrilasi atrium baru atau kronis, penyakit katup, atau MI terakhir, sedangkan riwayat klaudikasio, nyeri istirahat, atau ulserasi menunjukkan trombosis PVD yang ada. Radiasi-induced PAD menjadi lebih umum, mungkin karena kemanjuran pengobatan antineoplastik saat ini dan kelangsungan hidup meningkat.
Klaudikasio intermiten mungkin menjadi satu-satunya manifestasi awal gejala PVD. Tingkat kompromi arteri dan lokasi klaudikasio berhubungan erat sebagai berikut:
Penyakit Aortoiliac bermanifestasi sebagai nyeri di paha dan pantat, sedangkan penyakit femoral-poplitea bermanifestasi sebagai nyeri di betis. Gejala yang diendapkan dengan berjalan jarak diprediksi dan lega dengan istirahat.
Sirkulasi kolateral dapat berkembang, mengurangi gejala klaudikasio intermiten, tetapi kegagalan untuk mengontrol faktor endapan dan faktor risiko sering menyebabkan timbulnya kembalinya.
Klaudikasio juga dapat hadir sebagai pinggul atau kaki "memberikan" setelah periode tertentu tenaga dan mungkin tidak menunjukkan gejala khas nyeri pada tenaga. Rasa sakit klaudikasio biasanya tidak terjadi dengan duduk atau berdiri. Nyeri istirahat iskemik lebih mengkhawatirkan, melainkan mengacu pada nyeri pada ekstremitas karena kombinasi PVD dan perfusi yang tidak memadai.
Nyeri istirahat iskemik sering diperparah oleh curah jantung yang buruk. Kondisi ini sering sebagian atau sepenuhnya lega dengan menempatkan ekstremitas dalam posisi tergantung, sehingga perfusi yang ditingkatkan dengan efek gravitasi.
Sindrom Leriche adalah sindrom klinis yang dijelaskan oleh klaudikasio intermiten, impotensi, dan menurun secara signifikan atau tidak ada pulsa femoralis. Sindrom ini menunjukkan insufisiensi arteri perifer kronis akibat penyempitan aorta distal.
Obat pasien dapat memberikan petunjuk keberadaan PVD. Pentoxifylline adalah obat yang biasa digunakan khusus diresepkan untuk PVD. Aspirin biasanya digunakan untuk pencegahan penyakit jantung (CAD), tapi PVD sering berdampingan, untuk beberapa derajat, pada pasien dengan CAD.
3. Patofisiologis
Pembuluh darah koroner merupakan penyalur aliran darah (membawa 02 dan makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfusi dengan baik. penyakit Jantung Koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah nadi) yang dikenal sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada didindingnya.
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya keadaan ini adalah merokok, tekanan darah  tinggi, peninggian nilai kolesterol didarah, kegemukan stress, diabetes mellitus dan  riwayat keluarga yang kuat untuk Penyakit Jantung Koroner (6,8). Dengan bertam bahnya umur penyakit ini akan lebih sering ada. pria mempunyai resiko lebih tinggi dari pada wanita, tetapi perbedaan ini dengan meningkatnya umur akan makin lama makin kecil.

Faktor-faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner
Faktor-faktor resiko penyakit jantung  koroner dikenal sejak lama berupa:
1. Hipertensi
2. Kolesterol darah
3. Merokok
4. Diet
5. Usia
6. Sex
7. Kurang latihan
8. Turunan
Pada tahun 1772 Herbeden menemukan suatu sindroma gangguan pada dada berupa perayaan nyeri terlebih-lebih waktu berjalan, mendaki atau segera sesudah makan. Sebenarnya perasaan nyeri seperti ini tidak saja disebabkan oleh kelainan organ didalam toraks, akan tetapi dapat juga berasal dari otot, syaraf, tulang dan faktor psikis. Dalam kaitannya dengan jantung sindroma ini disebut Angina Pectoris,yang disebabkan oleh karena ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaannya.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tersering dari penyakit arteri perifer adalah adanya klaudikasio intermiten, suatu rasa nyeri, keram, baal, atau letih pada otot yang muncul dalam penggunaan otot untuk aktivitas, dan membaik saat keadaan istirahat, biasanya setelah 2-5 menit. Gejala ini muncul pada daerah distal dari lokasi lesi oklusif, misalnya klaudikasio pada betis akibat adanya kelainan pada arteri femoral-poplitea. Karena lebih tingginya insidensi obstruksi pada pembuluh darah bagian inferior tubuh, maka gejala klaudikasio intermiten ini lebih banyak didapatkan pada otot-otot ekstremitas bawah.
Pada pasien dengan oklusi yang berat, maka dalam keadaan istirahat pun, aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme basal dari jaringan, sehingga dapat timbul critical limb ischemia. Pasien akan mengeluh nyeri pada saat istirahat atau merasa dingin atau baal pada jari kaki dan kaki. Gejala ini lebih nyata pada saat tidur (posisi tungkai horizontal), dan membaik saat tungkai dalam posisi tergantung ke bawah. Ini dapat menjadi pembeda dengan kelainan pada vena pada tungkai. Pada gangguan aliran vena tungkai, rasa nyeri lebih nyata dalam posisi berdiri dan membaik saat tungkai dalam posisi elevasi.
Manifestasi klinis lainnya adalah fenomena Raynaud, yaitu suatu iskemi digiti episodik dengan tampilan berupa perubahan warna jari-jari secara berurutan dari putih, sianosis, hingga kemerahan saat jari-jari tangan atau kaki terpapar suhu dingin dan kemudian hangat kembali. Warna putih atau pucat yang timbul saat terpapar suhu dingin atau menyentuh benda dingin merupakan gambaran fase iskemik dari fenomena ini akibat dari vasospasme arteriol pada jari-jari. Selama fase ini, kapiler dan venule akan berdilatasi, sehingga terjadi sianosis akibat banyaknya hemoglobin yang terdeoksigenasi dalam pembuluh darah tersebut. Umumnya rasa baal atau parestesia dapat menyertai fase iskemik ini.
Dengan adanya penghangatan kembali, vasospasme arteriol jari-jari pulih berkurang, dan aliran darah yang melalui arteriol dan kalpiler akan meningkat secara relarif cepat sehingga terjadi kondisi hipermeia reaktif, warna merah terang pada jari-jari. Selama fase hiperemis ini, pasien umumnya merasakan sensasi nyeri berdenyut.
Walaupun respons warna trifasik ini khas untuk fenomena Raynaud, tidak semua pasien mengalaminya, terkadang hanya pucat dan sianosis, atau bahkan hanya sianosis saja.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Setiap ditemukan adanya pulsasi arteri perifer yang berkurang atau menghilang, dapat dilakukan pemeriksaan dengan Doppler device. Ada/tidak adanya suara denyutan secara kasar dapat menggambarkan ada/tidak adanya aliran darah dalam arteri yang diperiksa.
Pemeriksaan laboratorium dapat dikerjakan untuk mengevaluasi adanya faktor penyakit sistemik sebagai penyebab oklusi pembuluh darah, seperti diabetes mellitus atau hiperkolesterolemia.
Angiografi masih menjadi kriteria standar radiologi untuk diagnosis penyakit arteri perifer. Akan tetapi, metode ini umumnya dijalankan untuk intervensi baik endovaskuler maupun bedah terbuka.


6.Penatalaksanaan
a. Penyediaan oksigen
Oksigen sangat diperlukan oleh sel miokard untuk mempertahankan fungsinya, yang didapat dari sirkulasi koroner yang untuk miokard terpakai sebanyak 70-80 sehingga wajarlah apabila aliran koroner perlu ditingkatkan. Aliran darah koroner terutama terjadi sewaktu dastole pada saat otot ventrikel dalam keadaan istirahat. Banyaknya aliran koroner dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tekanan diastolik aorta.lamanya setiap diastole dan ukuran pembuluh aretri terutama arteriole. pengurangan aliran koroner umumnya disebabkan oleh kelainan pembuluh koroner, rendahnya tekanan diastolik aorta dan meningkatnya denyut jantung.
b. Pemakaian Oksigen
Ada beberapa hal yang dipengaruhinya yaitu :
1.Denyut jantung
Apabila denyut jantung bertambah cepat maka keperluan oksigen permenit akan meningkat.
2.Kontraktilitas
Dengan bekerja maka banyak dikeluarkan katekolamin (Adrenalin dan Nor Adrenalin), sehingga akan menambah tenaga kontraksi jantung.
3. Tekanan sistolik ventrikel Kiri. Makin tinggi tekanan ini, makin banyak pemakaian oksigen.
4. Ukuran jantung. Jantung yang besar memerlukan oksigen yang banyak.
Pemeriksaan sistematis pembuluh darah perifer sangat penting untuk evaluasi yang tepat. Tanda-tanda Peripheral penyakit pembuluh darah perifer adalah klasik "5 P" sebagai berikut:
1.         Pulselessness
2.         Kelumpuhan
3.         Parastesi
4.         Sakit
5.         Kepucatan
Kelumpuhan dan parestesia menunjukkan iskemia ekstremitas-mengancam dan mandat evaluasi cepat dan konsultasi. Menilai jantung untuk murmur atau kelainan lainnya. Selidiki semua kapal perifer, termasuk karotid, perut, dan femoral, untuk kualitas pulsa dan bruit. Perhatikan bahwa pedis arteri dorsalis tidak ada dalam 5-8% dari subyek normal, tapi tibialis posterior biasanya hadir. Kedua pulsa tidak hadir hanya sekitar 0,5% dari pasien. Latihan dapat menyebabkan pemusnahan pulsa ini.
Tes Allen dapat memberikan informasi pada arteri radial dan ulnar. Kulit mungkin memiliki atrofi, penampilan mengkilap dan mungkin menunjukkan perubahan trofik, termasuk alopecia, kering, bersisik, atau kulit eritematosa, perubahan pigmentasi kronis, dan kuku rapuh. Lanjutan PVD dapat bermanifestasi sebagai bintik dalam pola "fishnet" (livedo reticularis), pulselessness, mati rasa, atau sianosis. Kelumpuhan dapat mengikuti, dan ekstremitas dapat menjadi dingin, gangren pada akhirnya dapat dilihat. Sukarnya penyembuhan luka atau borok di ekstremitas membantu memberikan bukti yang sudah ada sebelumnya PVD.
Pergelangan kaki-brakialis indeks (ABI) dapat diukur di samping tempat tidur. Menggunakan Doppler ultrasonografi, tekanan pada arteri brakialis dan pada tibialis posterior arteri diukur. Tekanan sistolik ankle dibagi oleh tekanan brakialis, keduanya diukur dalam posisi terlentang. Biasanya, rasio ini lebih dari :

1. Pada penyakit yang berat, itu adalah kurang dari 0,5.
Sebuah penilaian semikuantitatif dari tingkat pucat juga dapat membantu. Sementara terlentang, tingkat pucat dinilai. Jika pucat memanifestasikan ketika ekstremitas tingkat, pucat tersebut diklasifikasikan sebagai tingkat 4. Jika tidak,ekstremitas dinaikkan 60 °. Jika pucat terjadi dalam waktu 30 detik, itu adalah tingkat 3, dalam waktu kurang dari 60 detik, level 2, dalam 60 detik, tingkat 1, dan tidak ada pucat dalam waktu 60 detik, level 0.
E.     Raynaud’s Disease
1.    Definisi
Penyakit Raynaud adalah penyakit vaskular primer yang ditandai dengan spasme temporer arteri kecil dan arteriol, biasanya di jari tangan atau, yang lebih jarang, jari kaki. Spasme pembuluh darah menyebabkan hipoksia jaringan, yang ditandai dengan kepucatan (putih) atau sianosis (kebiruan) pada jari, diikuti dengan kemerahan (rubor) sewaktu mekanisme vasodilatasi lokal mengambil alih. Biasanya, setelah satu episode spasme tidak terjadi kerusakan permanen. Akan tetapi, apabila spasmenya hebat atau sangat sering, dapat terjadi kematian jaringan dan pembentukan jaringan parut. Penyebab penyakit Raynaud tidak diketahui, tetapi biasanya dijumpai pada wanita muda sebagai respons terhadap pajanan dingin.
Fenomena Raynaud adalah penyakit sekunder yang dapat terjadi setelah pajanan berulang terhadap getaran, misalnya seperti yang dialami operator pelobang kayu atau beton (jackhammer). Kelainan ini dapat terjadi pada individu yang menderita mengalami kerusakan parah akibat terpajan dingin sebelumnya, atau individu yang mengidap penyakit sistemik seperti lupus eritematosus atau skleroderma.
2.    Etiologi
a.    Etiologi Raynaud’s Disease tidak ada penyebab yang dikenal atau idiopatik (tidak jelas). Baik untuk Primary Raynaud’s maupun Secondary Raynaud’s. Raynaud’s disease ini merupakan respon berlebihan dari vasomotor sentral dan local normal terhadap dingin atau emosi.
b.    Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adalah:
                                                i.     Skleroderma
Penyakit autoimun kronis yang bercirikan fibrosis (pengerasan), perubahan vascular dan auto antibody.Scleroderma ini berjalan dalam keluarga, tapi gen tidak diidentifikasi. Pengerasan atau penebalan kulit, yang mungkin ditemukan dari beberapa penyakit yang berbeda, dapat terjadi dalam bentuk terlokalisasi atau umum. (Dorland, 1998)
                                          ii.         Artritis rematoid
        Penyakit autoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Timbul akibat dari beberapa faktor mulai dari genetic sampai pada gaya hidup (merokok), selain itu akibat dari sel darah putih yang berpindah dari aliran darah yang berada di sekitar sendi.
                                   iii.              Aterosklerosis
Mengapuran dinding pembuluh darah arteri. Hal tersebut disebabkan karena adanya peradangan, sehingga terjadi proses pembekuan darah berlebihan pada dinding pembuluh darah maupun penumpukan plak di dinding pembuluh darah akibat kadar kolesterol dan gula tinggi dalam darah.
                                   iv.              Reaksi terhadap obat tertentu (misalnya metisergid, metisergid adalah derivat ergot yang memiliki efek stimulasi otot polos pembuluh darah oleh serotonin).
                                       v.            Beberapa penderita juga memiliki sakit kepala migren, angina varian dan tekanan darah tinggi dalam paru-parunya (hipertensi pulmoner). Adanya hubungan dengan penyakit-penyakti tersebut memberi kesan bahwa penyebab kejangnya arteri kemungkinan adalah hal yang sama yang menyebabkan terjadinya penyakit tersebut. Apapun yang merangsang sistem saraf simpatis (misalnya emosi atau cuaca dingin), bisa menyebabkan kejang arteri.
3.         Patofisiologi/Web of Caution
Penyakit raynaud sering terjadi pada kebanyakan wanita muda, berumur kurang dari 30 tahun yang hidup diudara dingin.Penyakit raynaud juga ditandai oleh perubahan fisik dari warna kulit yang dicetuskan oleh  ransangan dingin atau emosi. Ketika tangan atau kaki terangsang dingin atau terjadi Fase Pucat yang disebabkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini terjadi karena spasme pada pembuluh darah. Akibat dari spasme pembuluh darah maka kaki atau tangan tidak dapat menerima aliran darah yang cukup dan bahkan tidak cukup untuk menjaga nutrisi yang cukup.
Pada kasus yang parah, maka pembuluh darah itu terus menerus menyempit selama bertahun-tahun, sehingga nutrisi sangat tidak tercukupi atau berkurang yang kemungkinan besar akan menyebabkan iskemik pada jaringan dan jari-jari tangan atau kaki dapat menyebabkan ganggren. Tapi pada kasus yang lebih jinak, hanya terjadi sumbatan sementara pada pembuluh darah pada sebagian jaringan. Pembuluh-pembuluh darah juga tidak dapat mengalir mengalir ke tangan atau kaki, begitupun nutrisinya juga sangat tidak mencukupi. Disini juga akan terjadi iskemik pada jaringan, tetapi iskemik tersebut hanya berlangsung beberapa menit dan akan terjadi Hyperemia Re-aktif. Setelah Hyperemia Re-aktif akan terjadi Fase Sianotik.
Dimana fase ini terjadi mobilitas bahan-bahan metabolic abnormal yang mampu memperberat atau menambah rasa sakit, dimana rasa sakit tadi semakin lama akan terus bertambah sakit. Setelah Fase Sianotik terjadi Fase Rubor. Fase ini terjadi akibat dilatasi pembuluh darah pada tangan atau kaki dan mungkin juga diakibatkan Hyperemia Re-aktif yang mampu menimbulkan warna merah yang sangat pada tangan atau kaki. Kadang-kadang juga mampu menimbulkan perasaan baal atau kesukaran dalam pergerakan motorik halus dan suatu sensasi dingin.
4.         Manifestasi Klinis
a.    Perubahan warna kulit jari apabila terpajan dingin.
b.   Rasa baal pada  jari, kemudian kesemutan dan nyeri setelah serangan berakhir.
5.         Pemeriksaan Diagnostik/penunjang
a.    Kriteria klinis meliputi perubahan warna kulit yang ditimbulkan oleh hawa dingin atau keadaan stres; perubahan yang terjadi bilateral; keadaan tidak terdapat gangren atau bila terdapat, gangren tersebut hanya berupa gangren ringan yang menyerupai kulit (gangren kutaneus); denyut arteri yang normal; dan riwayat gejala ini pada pasien selama sedikitnya dua tahun.
b.   Pemeriksaan titer ANA (antinuclear antibody) dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit autoimun sebagai penyebab yang mendasari fenomena Raynaud; tes selanjutnya harus dikerjakan jika pemeriksaan titer ANA memberi hasil positif.
c.    Arteriografi dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit arteri olkusif.
d.   Ultrasonografi Doppler dapat memperlihatkan penurunan darah jika gejala terjadi karena penyakit arteri oklusif.
6.      Penatalaksanaan/terapi
Penderita dapat mengendalikan penyakit raynaud yang ringan dengan melindungi tubuh, lengan dan tungkainya terhadap dingin dan dengan meminum obat tidur yang ringan. Penderita harus berhenti merokok karena nikotin menyebabkan pembekuan pembuluh darah. Jika terjadi cacat dan tidak dapat diatasi dengan pengobatan lainnya, dilakukan pemotongan saraf simpatis untuk mengurangi gejala, tetapi berkurangnya gejala hanya berlangsung selama 1-2 tahun.
Penyakit Raynaud biasanya diobati dengan prazosin atau nifedipine. Bisa juga diberikan phenoxybenzamine, metildopa atau pentoxifylline.Tidak ada pengobatan atau pembedahan yang efektif untuk kelainan ini. Penderita harus berhenti merokok untuk mengurangi gejala-gejala yang dikeluhkan. Obat-obat vasodilator yang melebarkan diameter pembuluh darah dapat diberikan pada penderita, tetapi tidak efektif. Hindarilah daerah tubuh yang terkena terhadap paparan panas dan dingin. cedera karena panas, dingin atau bahan (seperti iodine atau asam) yang digunakan untuk mengobati kutil dan kapalan, cedera karena sepatu yang longgar/sempit atau pembedahan  minor , infeksi jamur, obat-obat yang dapat mempersempit pembuluh darah. Hindarilah daerah yang dipengaruhi penyakit ini terhadap trauma dan jika terjadi infeksi harus segera diobati.  Untuk beberapa penderita, teknik relaksasi (misalnya biofeedback), bisa mengurangi kejang.
Pembedahan ini (simpatektomi), biasanya lebih efektif dilakukan pada penderita penyakit Raynaud., bukan pada fenomena Raynaud. Fenomena Raynaud diobati dengan mengobati penyakit penyebabnya. Bisa diberikan phenoxybenzamine. Obat-obat yang menyebabkan pengkerutan pembuluh darah (misalnya beta blocker, clonidine dan preparat ergot) bisa memperburuk fenomena Raynaud.

F.      hromboangitis Obliterans (Buerger’s Disease)
1.    Definisi
Penyakit Buerger, adalah penyakit pembuluh darah nonatherosclerotic yang juga dikenal sebagai thromboangiitis obliterans (TAO), yang ditandai peradangan pada pembuluh darah, fenomena vasoocclusive, dan keterlibatan pembuluh darah (vena dan arteri) sedang dan kecil yang terletak di bagian yang lebih distal dari tubuh. Penyakit ini dilaporkan pertama kali pada tahun 1908 oleh Mr. Leo Buerger kondisi ini sangat dipengaruhi oleh penggunaan tembakau terutama pada perokok, dan dan penyakit ini akan semakin parah apabila kebiasaan merokok tidak dihentikan. Gejala yang khas adalah nyeri ketika istirahat, ischemic ulcerations, dan kelayuhan anggota gerak, dan apabila tidak ada penanganan lebih lanjut, pasien mungkin memerlukan beberapa tindakan bedah amputasi.
2.      Etiologi
Penyebab penyakit buerger tidak diketahui dengan jelas, tetapi penyakit tersebut berhubungan erat dengan penggunaan rokok. Penggunaan atau terpaparnya rokok merupakan hal yang mendasari inisiasi dan progresifitas dari penyakit ini. Disebutkan adanya tromboangitis obliterans memiliki peningkatan sensitivitas selular kolagen tipe I dan II dibandingkan pada pasien dengan aterosklerosis obliterans atau pasien dengan kontrol normal. Kelainan ini hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Thromboangitis Obliterans memiliki predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa penyakit Buerger adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem imun study imunositokimia mengidentifikasikan deposisi linear dari immunoglobin dan faktor komplemen lamina elastik. Adanya antigen tidak ditemukan. Peranan hyperhomocysteinemia dalam pathogenesis dari penyakit Buerger adalah masih kontroversial.Hubungan antara kondisi trombofilik seperti sindrom antifosfolipid dan penyakit buerger juga telah pula diusulkan. Endothelial perifer tergantung vasodilatasi terganggu pada pasien dengan penyakit buerger yang mana mekanisme endothelial vasodilatasi terlihat intak.
Walaupun etiologi penyakit Buerger tidak diketahui, terpapar tembakau sangat penting bagi inisiasi dan perkembangan penyakit. Kondisi ini terkait oleh penyebab utama yakni tembakau, serta didukung oleh fakta bahwa penyakit ini lebih umum terjangkit di negara-negara dengan penggunaan tembakau yang berat dan diantaranya adalah Indonesia yang mana jenis rokok tertentu bahan baku tembakau dan pembuatannya asli berada di Indonesia. Sementara itu, banyak pula pasien dengan penyakit Buerger adalah perokok pasif. Beberapa kasus yang telah dilaporkan, pada orang yang tidak merokok yang terkena penyakit ini besar kemungkinan disebabkan karena tembakau kunyah.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Buerger berusia produktif yakni sekitar 20-45 tahun. Meskipun penyakit ini umumnya terjadi pada laki-laki (laki-laki: perempuan = 3:1), insiden ini diyakini akan meningkat di kalangan perempuan, karena peningkatan prevalensi merokok di kalangan wanita.
3.      Patofisiologi
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger belum jelas, tetapi beberapa penelitian telahmengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar trombus. Pasien dengan penyakit ini memperlihatkanhiper sensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitive pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endotelial antibodysel , dan merusak endotel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer.Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada pasienini, yang diduga secara genetik memiliki penyakit ini.Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi perubahan patologis :(a) otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis,(b) tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulangyang berkembang menjadi osteomielitis,(c) terjadi kontraktur dan atrofi,(d) kulit menjadi atrofi,(e) fibrosis perineural dan perivaskular,(f) ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari.
4.    Manifestasi klinis
Gejala karena berkurangnya pasokan darah/ iskemia ke lengan atau tungkai terjadi secara perlahan, dimulai pada ujung-ujung jari tangan atau jari kaki dan menyebar ke lengan dan tungkai, sehingga akhirnya menyebabkan gangrene (kematian jaringan). Sekitar 40% penderita juga mengalami peradangan vena (terutama vena permukaan) dan arteri dari kakiatau tungkai.
1.    Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi arteridistal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea.
2.    Penderita merasakan kedinginan, mati rasa, kesemutan atau rasa terbakar. Penderitaseringkali mengalamifenome Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin) dan kram otot, biasanya di telapak kaki atau tungkai.
3.    Pada penyumbatan yang lebih berat, nyerinya lebih hebat dan berlangsung lebih lama.
4.    Nyeri istirahat iskemik timbul progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki,tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena bisa memperlihatkan tanda sianosis ataurubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan kuku dan akibatnya paronikia.Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa falang distal yang berlanjut menjadigangren atau ulserasi kronis yang nyeri.
5.    Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atauhilang merupakan tanda fisik yang penting. Tromboflebitis migran superfisialis dapatterjadi beberapa bulan atau tahun sebelum tampaknya gejala sumbatan penyakit Buerger.
6.    Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagaisaluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter sampai sentimeter di bawahkulit. Kelainan ini sering muncul di beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol- benjol.Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir  patognomonik untuk tromboangitis obliterans.Gejala klinis Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan gangreneterjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului dengan udem dan dicetuskan olehtrauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku.Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai ke tandaselulitis. Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat. Penyakit berkembang secara intermitten, tahap demi tahap, bertambah falang demi falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang bakal terserang tidak dapat diramalkan.
Morbus buerger ini mungkin mengenai satu kaki atau tangan, mungkin keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya terganggu oleh nyeri iskemia. Gejalanya adalah :
1.    Tangan atau kaki pucat, merah, atau kebiru-biruan.
2.    Tangan atau kaki mungkin terasa dingin.
3.    Sakit di tangan dan kaki.
4.    Sakit di kaki, pergelangan kaki, atau kaki ketika berjalan(intermiten klaudikasio).
5.    Perubahan kulit atau bisul pada tangan atau kaki
5.      Pemeriksaan diagnostik
1.  Pemeriksaan Spesifik :
a.       Buerger Assesment
b.      Tes Ischemia
c.        V A S
d.      Arthopometri
e.       Pengukuran L G S
2.      PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi beberapa metode yaitu menggunakan oscillografi, rheografi, doppler dan arteriografi. Paling sering digunakan adalah doppler dan arteriografi. Doppler memakai ultrasound (sonografi), mengukur flow darah secara kualitatif. Sedangkan pemeriksaan arteriografi menggunakan imaging sinar X dan injeksi kontras. Arteriografi yang mendukung penyakit ini menunjukkan gambaran ’ular’ dan arteria halus.
1.      Artherio Radiography
2.      Angiography
Dokter memasukkan catheter ke dalam arteri utama pada kaki dekat lipat paha. Melalui chateter tersebut ditembakkan sebuah sinar pada aliran darah dengan menggunakan sinar X (X-ray). Hasilnya akan menunjukkan apakah terdapat gangguan sirkulasi aliran darah atau tidak.
3.      Ultrasound
Ultrasound dipakai sebagai teknik penggambaran nondestruktif di bidang kedokteran. Citra yang dihasilkan memakai gelombang ultrasonik (frekuensi tinggi, gelombang suara tak terdengar manusia).
Menggunakan transduser yang digerakkan di permukaan kulit,atau kadang disusupkan ke lubang tubuh (vagina atau anus). Kemudian tranduser tersebut akan mengirimkan gelombang ultrasonik ke dalam tubuh. Di tempat pertemuan jaringan yang berbeda kepadatan, atau
tempat jaringan bertemu cairan sehingga gelombang itu terpantulkan. Transduser menangkap pantulannya dan meneruskannya
ke komputer, membentuk citra di layar monitor. Citra terus diperbarui hinggagerakanbisaterlihat.Peralatan ini akan menunjukkan jaringan tubuh mana yang tidak menerima cukup aliran darah.
4.      PendekatanDiagnostik
Baru-baru ini sebuah point-sistem telah diusulkan untuk mendukung penegakkan diagnosis Thromboangiitis Obliterans yang menggunakan kriteria sebagai berikut:
a.       Sistem penegakkan diagnosisThromboangiitis Obliterans
Poin positif :
Usia di mulai kurang dari 30 (2) 30-40 tahun (1)
Claudication Intermitten pada tungkai R P S (2) / R P D (1)
Ekstremitas atas. Menunjukkan gejala (2) / tidak menunjukkan gejala (1). Migrasi dangkal trombosis pembuluh darah R P S (2) / R P D (1). Fenomena Raynaud R P S (2) / R P D (1). Angiography; Biopsi. Jika khas keduanya (2) / baik (1)
Negatif poin:  :
Usia di mulai 45-50 (-1) / lebih dari 50 tahun (-2). Jenis kelamin, merokok. Perempuan (-1) / nonsmoker (-2). Lokasi satu cabang (-1) / tidak terlibat LE (-2). Nadi tidak teraba, brachial (-1) / yang berhubung dengan tulang paha (-2). Arteriosclerosis, diabetes, hipertensi, hyperlipidemia Dibangun setelah diagnosa 5,1-10 tahun (-1) / 2,1-5 tahun kemudian (-2)
Jumlah poin mendefinisikan probabilitas dari diagnosis Thromboangiitis Obliterans
Jumlah poin Probabilitas dari diagnosa 0-1 diagnostik dikecualikan, 2-3 Diduga, kemungkinan rendah, 4-5 Kemungkinan, kemungkinan sedang, 6 atau lebih pasti, kemungkinan tinggi.
6.    Penatalaksanaan
1.      Penatalaksanaan fisioterapi
a.       Anamnesis
Waktu anamnesa perlu ditanyakan apakah pasien merasa nyeri waktu bekerja, berjalan maupun berolahraga. Dan apakah nyeri tersebut hilang saat istirahat.
b.      Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah, denyut nadi, tempatur tubuh, tinggi badan, berat badan, inspeksi, palpasi. Area ekstremitas bagian distal teraba dingin.Pada pemeriksaan fisik didapatkan rabaan pulsasi agak berkurang, pulsasi arteri di proksimal harus teraba untuk mengkonfirmasi apakah aliran darah di proksimal baik. Palpasi harus dilakukan pada semua arteri yang terletak di superficial dari ekstremitas. Yaitu arteri femoralis, poplitea, dorsalis pedis dan tibialis posterior di tungkai bawah. Sedangkan di tungkai atas adalah arteri axillaris, cubiti, radialis dan ulnaris.
2.      Diagnosis Fisioterapi
a.       Nyeri
b.      Gangguan gerak
c.       Keterbatasan fungsi. Adanya keterbatasan kemampuan dalam aktivitas-aktivitas pada bagian tubuh yang terkena penyakit Buerger
d.      Keterbatasan partisipasi. Adanya perasaan malu karena perubahan tropik pada bagian tubuh yang terkena penyakit Buerger.
e.       Rencana dan Tujuan Terapi
1.      Jangka pendek
Mengurangi nyeri, meningkatkan LGS.
2.      Jangka panjang
Mengembalikan sirkulasi darah pada ekstremitas agar tidak terdapat gangguan.
G.    Aneurysms
1.         Definisi
Aneurisma adalah pelebaran pembuluh darah abnormal terlokalisasi disebabkan oleh melemahnya dinding pembuh darah. Walaupun pelebaran pembuluh darah dapat menekan organ penting, komplikasi paling berbahaya pada aneurism adalah pecahnya aneurisma ketika meningkat pada ukuran tertentu. Aneurisma dapat terjadi pada arteri manapun, tetapi pecahnya aneurisma pada aorta atau otak biasanya fatal.
2.         Etiologi
Penyebab kondisi ini tidak diketahui dengan pasti. Setelah melahirkan, wanita juga bisa mengalami aneurisma yang disebut aneurisma kongenital.Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terkena aneurisma yang meliputi tekanan darah tinggi, aterosklerosis, tingkat tinggi serum kolesterol, trauma atau cedera, merokok dan penggunaan tembakau, infeksi darah, usia tua, penyakit ginjal polikistik, alkoholisme, diabetes, dan riwayat keluarga.
3.         Patofisiologi
         Aterosklerosis →sel mengeluarkan metalloproteinase
                                                           
Pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan matriks ekstraseluler
                                                           
                                        Dinding aorta melemah
                                               
                                                Aneurisma
Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi (aterosklerosis). Sel radang pada dinding pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks metalloproteinase. Matriks metalloproteinase akan menghancurkan elastin dan kolagen, sehingga persediaannya menjadi berkurang. Selain matriks metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma adalah plasminogen activator, serin elastase, dan katepsin.
Aneurisma akan mengakibatkan darah yang mengalir pada daerah tersebut mengalami turbulensi. Keadaan itu menyebabkan deposit trombosit, fibrin, dan sel-sel radang. Akibatnya, dinding aneurisma akan dilapisi trombus. Lama kelamaan trombus berlapis tersebut akan membentuk saluran yang sama besar dengan saluran aorta bagian proksimal dan distal.
Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah bifurkasio dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat tertentu. Suplai darah ke pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut, memperlemah tunika media dan menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma.
Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif. Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh darah dan tekanan intraarteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan dinding juga meningkat sehingga menyebabkan dilatasi dinding pembuluh darah. Sehingga angka kejadian ruptur aneurisma juga meningkat seiring meningkatnya ukuran aneurisma. Selain itu, sebagian besar individu yang mengalami aneurisma juga menderita hipertensi sehingga menambah tekanan dinding dan pembesaran aneurisma.


4.         Manifestasi Klinis
Gejala dari kondisi ini berbeda secara signifikan, tergantung pada lokasinya. Misalnya:
1.    Gejala Aneurisma Otak
Jika aneurisma otak pecah, terdapat beberapa gejala yang akan timbul seperti sakit kepala tiba-tiba dan intens, sakit leher dan kekakuan, mual dan muntah, pandangan kabur, kepekaan terhadap cahaya, mengantuk, gangguan berbicara, kebingungan dan kejang.
Di sisi lain, aneurisma otak kecil yang belum pecah mungkin tidak menimbulkan gejala apapun.
Gejala lain yang mungkin timbul diantaranya adalah sakit di belakang atau di atas mata, pupil melebar, mati rasa, penglihatan ganda, atau kelemahan di satu sisi wajah.
2.    Gejala Aneurisma Aorta
Aneurisma aorta mungkin tidak menunjukkan gejala apapun pada tahap awal.Biasanya, gejala dapat diamati ketika aneurisma tumbuh semakin besar.Aneurisma yang terdapat di perut atau aneurisma aorta perut dapat menyebabkan nyeri di dekat pusar, yang dapat menyebar ke punggung. Gejala lain meliputi pembengkakan perut, sensasi berdenyut di perut, mual dan muntah, dan denyut jantung yang cepat.
5.         Pemeriksaan Diagnostik
1. Abdominal aortic aneurysm
Aneurisma ini sering asimtomatis, namun pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa yang berdenyut di abdomen (57% ditemukan pada aneurisma yang diameternya lebih dari 4 cm dan 29% pada aneurisma yang diameternya kurang dari 4 cm).
2. Thoracic aortic aneurysm
Aneurisma torasika harus cukup besar untuk dapat menimbulkan gejala. Oleh karena itu, aneurisma mungkin baru ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan radiogram dada. Jika benar-benar timbul gejala, biasanya disebabkan oleh perluasan dan kompresi pada struktur-struktur yang berdekatan. Nyeri akibat aneurisma torasika timbul di dada.
3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm
Sebanyak 40-50% pasien dengan thoracoabdominalis aortic aneurysm tidak mengeluhkan gejala (asimptomatik) saat aneurisma pertama kali ditemukan. Dari pasien yang mengeluhkan gejala, justru menunjukkan adanya kemungkinan telah terjadinya ruptur. Gejala tersering adalah nyeri punggung yang terlokalisasi di antara skapula. Nyeri epigastrium terjadi karena regangan hiatus aortik oleh aneurisma atau adanya diseksi.
Kompresi pada  trakhea atau bronkhus dapat menyebabkan stridor, wheezing, atau batuk. Pneumonitis dapat timbul bila terjadi retensi sputum akibat penekanan bronkhus. Adanya hemoptisis menunjukkan erosi pada parenkim atau bronkhus oleh aneurisma. Disfagi atau hetemesis menandakan penekanan atau erosi aneurisma pada esogafus. Penekanan aneurisma aorta abdominalis pada duodenum akan mengakibatkan obstruksi parsial atau perdarahan gastrointesinal bila telah terjadi erosi. Penekanan pada organ hepar sangat jarang terjadi. Dapat pula timbul hoarseness akibat penekanan atau erosi pada saraf laringeus rekurens. Sebagai tambahan trombosis pada cabang-cabang arteri spinalis dapat menyebabkan paraplegia atau paraparesis.
6.         Penatalaksanaan
1. Operatif
Bedah elektif. Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien aneurisma asimtomatik bergantung dari risiko aneurisma tersebut mengalami ruptur. Pembedahan elektif dilakukan bila diameter lebih dari 50 mm.
Komplikasi dini yang terjadi setelah operasi elektif meliputi iskemia jantung, aritmia, dan gagal jantung kongestif (15%), insufisiensi pulmonal (8%), kerusakan ginjal (6%), perdarahan (4%), tromboemboli distal (3%), dan infeksi luka (2%).
Bedah darurat. Pasien dengan dugaan ruptur aneurisma perlu dipertimbangkan dilakukan bedah darurat. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian selama pembedahan adalah usia lebih dari 80 tahun, kesadaran menurun, konsentrasi Hb rendah, cardiac arrest, penyakit kardiorespiratori parah.
Bedah Konvensional. Bedah konvensional adalah dengan menggunakan graft prosthetic. Pemasangan graft dinilai efektif, dan kematian 30 harinya hanya 5%. Risiko kematian paska pemasangan graft bergantung dari status kesehatan pasien.
Endovaskular stent atau endoprotesis. Merupakan alat yang dimasukkan secara endovaskular melalui arteri femoralis. Endoprotesis ini seperti selang yang diameternya dapat dibuat sedimikian rupa hingga menyerupai diameter arteri normal. Dengan adanya selang ini, darah hanya mengalir melalui selang tersebut, tidak lagi melalui kantung aneurisma. Akibatnya, risiko trombosis dan ruptur berkurang. Untuk menjaga agar diameter selang tidak berubah, maka pada selang digunakan stent.
Masalah yang sering ditemui saat pemasangan stent diantaranya pemasangan yang tidak mudah. Diperlukan dokter yang kompeten untuk melakukannya. Sering pula stent sulit diarahkan ke pembuluh darah yang menjadi tujuan karena biasanya pembuluh darah teroklusi oleh trombus. Pada bebarapa kasus, aorta ditemukan tidak lurus melainkan berkelok-kelok. Hal itu makin menambah daftar masalah pemasangan stent. Keuntungan endovaskular stent daripada bedah konvensional yaitu : tidak memerlukan insisi abdomen, tidak perlu diseksi retroperitoneal, meningkatkan fungsi perioperatif kardiorespiratorik, mengurangi respon stress metabolik selama operasi, meningkatkan fungsi ginjal dan gastrointestinal, dan mengurangi waktu rawat inap
2. Kendalikan faktor risiko
Terapi non-operatif atau obat-obatan dapat diberikan berupa beta bloker, dimana obat ini diperkirakan mampu menurunkan laju pelebaran dan risiko ruptur dari abdominal aortic aneurysm.
Yang tidak kalah pentingnya adalah mengendalikan faktor risiko seperti hiperkolesterolemia dan hipertensi. Merokok sebisa mungkin dihentikan. Aneurisma yang terlalu kecil untuk dibedah sebaiknya dipantau secara bertahap untuk menilai perkembangan diameternya.

H.    Varicose Veins
1.    Definisi
Varises Vena (vena varikosa), (Varicose Veins) adalah pelebaran vena permukaan di tungkai.
2.     Etiologi
Berkurangnya elastisitas dinding pembuluh vena yang menyebabkan pembuluh vena melemah dan tak sanggup mengalirkan darah ke jantung sebagaimana mestinya. Aliran darah dari kaki ke jantung sangat melawan gravitasi bumi, karena itu pembuluh darah harus kuat, begitu juga dengan dinamisasi otot disekitarnya.
Rusaknya katup pembuluh vena, padahal katup atau klep ini bertugas menahan darah yang mengalir ke jantung agar tidak keluar kembali. Katup yang rusak membuat darah berkumpul di dalam dan menyebabkan gumpalan yang mengganggu aliran darah.





3.     Patofisiologi


 


Primer                                                              sekunder
          `                                                                      
Kerusakan dinding pembuluh vena perifer     Insufisiensi  vena dalam
                                                                                                                     
Vena melebar dan katup tidak berfungsi        Tingginya tekanan darah vena perifer

Patofisiologi varises primer bermula pada kerusakan dinding pembuluh vena perifer yang karena sesuatu hal melebar kemudian diikuti oleh katup yang tidak berfungsi. Vena perforantes dengan katupnya masih tetap normal. Sedangkan varises sekunder bermula dengan insufisiensi vena perforantes, vena dalam kemudian diikuti oleh meningginya tekanan darah dalam vena perifer. Tidak berfungsinya katup vena perforantes biasanya disebabkan oleh kelainan pada sistem vena dalam.

4.     Manifestasi Klinis
Varises bisa terjadi tanpa gejala apapun sebaliknya ada varises kecil yang memberikan bermacam – macam gejala. Gejala – gejala varises antara lain :
a.         Rasa pegal pada ekstremitas yang akan bertambah bila berdiri lama dan berkurang bila ekstremitas ditinggikan.
b.        Kadang – kadang terjadi penyulit berbentuk koreng di daerah mata kaki yang sukar sembuh. Biasanya didahului oleh kelainan kulit seperti eksim yang sering disertai peradangan.
c.         Perdarahan dapat terjadi kalau kulit di atas varises perifer menjadi sangat tipis, biasanya disertai trauma ringan.
5.     Pemeriksaan Diagnostik
a.        Manuver Perthes
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi
b.        Tes Trendelenburg
Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya.
c.         Auskultasi menggunakan Doppler
Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran darah vena yang mengalami varises. Probe dari dopple ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe Doppler. Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan, akhirnya tidak aka nada suara yang terdengar dari Doppler.
6.    Penatalaksanaan
a.    Terapi Non Operatif
a.          Kaus Kaki Kompresi (Stocking)
Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan hemodinamik pasien dengan varises vena dan mengilangkan edema. Kaus kaki dengan tekanan 20-30 mmHg (grade II) memberikan hasil yang maksimal. Kekurangan menggunakan kaos kaki ini adalah dari segi harga yang relatif mahal, kurangnya pendidikan pasien, dan kosmetik yang kurang baik.
b.          Skleroterapi
Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan kedalam pembuluh darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik. Sklerotan yang digunakan yaitu  ferric chloride, salin hipertonik, polidocanol, iodine gliserin, dan sodium tetradecyl sulphate, namun untuk terapi varises vena safena paling umum digunakan saat ini adalah sodium tetradecyl sulphate dan polidacanol. Kedua bahan ini dipilih karena sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna kulit (penumpukan hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan kerusakan jaringan.
c.    Terapi Minimal Invasif
                                                     i.     Radiofrekuensi ablasi (RF)
Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter radiofrekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk menghangatkan dinding pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh darah. Pemanasan ini menyebakan denaturasi protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena. Ujung kateter menempel pada endotel vena, kemudian energy radiofrekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk memanaskan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah energi yang diberikan dimonitor melalui sensor termal yang diletakkan di dalam pembuluh darah. Sensor ini berfungsi mngatur suhu yang sesuai agar ablasi endotel terjadi.
                                                   ii.     Endovenous Laser Therapy (EVLT)
Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasive adalah dengan Endovenous laset therapy (EVLT). Keuntungan yang didapat menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat dilakukan pada pasien poliklinis di bawah anestesi local. EVLT yang secara luas digunakan menggunakan daya sebesar 10 14 watt.
Prosedur yang dilakukan pertama-tama dialkuakn anestesi local perivena dengan jalan memberikan infiltrasi di sekitar pembuluh darah pepanjang VSM. Tujuannya selain memberikan efek analgesia juga memberikan efek penekanan pada vena agar dinding vena beraposisi dengan fibred an berperan sebagai “heat sink” mencegah kerusakan jaringan local.
d.   Terapi Pembedahan
                                                     i.     Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan kelompok varises residual setelah dilakukan sphenectomy.
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil atau jarum yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomu dimasukkan ke dalam dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini.
                                                   ii.     Saphectomy
Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik menggunakan peralatan stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan membalik pembuluh darah dan menariknya menggunakan traksi endovenous, teknik tersebut dapat menurunkan terjadinya pada struktur di sekitarnya.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

Tn. A datang ke RS. Baptis Kediri sedang  memeriksakan diri di klinik karena sudah beberapa hari ini merasa peka terhadap rasa dingin pada bagian anggota gerak, kadang terjadi perubahan warna kulit pada area tertentu, sering merasa mual, muntah, dada terasa nyeri dan jantungnya sering berdetak kencang. Perawat segera melakukan pengkajian, mengukur TTV, kadar kolesterol, dan pemerikssaan fisik. Dari pengkajian diketahui bahwa Tn A mempunyai riwayat hipertensi, hobi merokok, dan juga minum minuman beralkohol.hasil pemeriksaan TTV adalah Suhu: 360C, Nadi: 90x/menit, Nafas: 17x/menit, TD: 150/100 mmHg, dan hasil tes laboratorium menunjukkan bahwa kadar kolesterol dala darahnya=280 mg/dL. Setelah diperiksa oleh dokter, dokter memberikan aspirin, juga disarankan untuk menjaga diet sehat, hentikan merokok, dan minum alkohol.
1.         Pengkajian
1.1 Data Biografi
     Nama               : Tn. A
     Agama             : Kristen
     Suku                : Sunda
     Bahasa             : Bahasa Indonesia
     Alamat                        : Jalan Brawijaya 23 Kediri
     L/P                  : L
Umur               : 53
Pendidikan      : SMA
Pekerjaan         : Wiraswasta
Status Kawin  : Kawin
Pembiayaan     : Sendiri
1.2 Riwayat Kesehatan
1. Tn. A mengatakan bahwa sejak beberapa hari lalu merasa peka terhadap rangsang dingin pada bagian anggota gerak.
       2. Tn. A mengalami perubahan warna kulit pada area tertentu, mual muntah dan nyeri, serta jantung berdetak kencang.
     3. Tn. A mempunyai riwayat penyakit hipertensi, hobi merokok dan minum minuman beralkohol.
1.3 Pemeriksaan Fisik
TTV:         S: 360C            P: 90x/menit
N: 17x/menit TD: 150/100 mmHg
1.4 Data Penunjang
Laboratorium                                           : Kolesterol 280 mg/dL
Radiologi                                                 : -
EKG                                                         : -
CT-scan                                                    : -
Obat-obatan yang didapat di RS             : aspirin 250 mg Qh
                                                                 : Captopril 12,5 mg Qh
1.5 Analisis Data
Nama Pasien        : Tn. A
Umur                    : 53 tahun
No. Registrasi      : 123008
Data
Etiologi
Masalah Kolaboratif/Keperawatan
DS : Tn. A mengatakan bahwa merasa peka terhadap rangsang dingin, perubahan warna kulit

DO : Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Kolesterol : 280 mg/dl
S: 360C
P : 90x/menit
N : 17x/menit
TD : 150/100 mmHg
Pola hidup tidak sehat

Hipertensi

Aterosklerosis

Aneurisma

Risiko terjadinya stroke berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah

Risiko terjadinya stroke berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah yang berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat

2.         Diagnosis Keperawatan
Nama Pasien        : Tn. A
Umur                    : 53 tahun
No. Registrasi      : 123008

No
Tanggal Muncul
Diagnosis Keperawatan
Tanggal Teratasi
Tanda Tangan
1.
1 Mei 2013
Risiko stroke berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah berhubungan dengan pola hidup tidak sehat. Ditandai dengan peka terhadap rangsang dingin dan perubahan warna kulit. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Kolesterol: 280 mg/dl
N: 17x/menit
P: 90x/menit
TD: 150/100 mmHg





3.         Intervensi
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
TTD
1
Risiko stroke berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah berhubungan dengan pola hidup tidak sehat. Ditandai dengan peka terhadap rangsang dingin dan perubahan warna kulit. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Kolesterol: 280 mg/dl
N: 17x/menit
P: 90x/menit
TD:150/100 mmHg
Setelah dilakukan tindakan dan pengobatan selama 2hari diharapkan risiko stroke tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
1. Tekanan darah dan kolesterol normal.
2. Tn.A tidak merasa mual, muntah, dada terasa nyeri dan jantungnya sering berdetak kencang.
3. Tn.A dapat menajalani pola hidup sehat.

1. Monitor TTV terutama tekanan darah dan kadar kolesterol.













2. Pemberian obat untuk tekanan darah dan kolesterol.




3. Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien.
1. Meningkatkan dasar pemahaman tentang peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol dapat menyebabkan stroke dan antisipasi terhadap potensial terjadinya peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol.
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat untuk menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol pasien.
3.  Pasien dapat merubah pola hidup sehat dengan tidak merokok dan minum alkohol.


4.         Implementasi
No
No. Dx
Tgl/JAM
Tindakan Keperawatan
TTD
1.
Dx 1
Senin, 1 Mei 2013/ 07.00

12.00






12.30




Selasa, 2 Mei 2013/ 08.00






12.00



16.00



Melakukan pengkajian keadaan pasien, melaksanakan pemeriksaan TTV dan kadar kolesterol.

Melaksanakan pemeriksaan TTV :
S: 36,50C
P: 90x/menit
N: 17x/menit
TD : 150/100mmHg
Kolesterol : 280 mg/dL

Membantu memberikan obat sesuai advise dokter, obat oral aspirin 250 mg, captopril 12,5 mg


Merapikan temoat tidur pasien, melakukan pemeriksaan TTV :
S : 36,50C
P : 90x/menit
N : 18x/menit
TD : 140/90 mmHg
Kolesterol : 240 mg/dL

Mengganti infus asering 14 tetes/menit, memberikan obat oral aspirin 250 mg, captopril 12,5 mg.

Merapikan tempat tidur pasien, melaksanakan pemeriksaan TTV :
S : 360C
P : 90x/menit
N : 18x/menit
TD : 140/90 mmHg
Kolesterol : 190 mg/dL


5.         Evaluasi
No
No.Dx
JAM
EVALUASI
1.
Dx 1
Rabu 3 Mei 2013/ 08.00
Dx Keperawatan 1
S : Pasien mengatakan tidak merasa mual, muntah, dada terasa nyeri dan jantungnya sering berdetak kencang.
O : Hasil TTV pasien S : 360C, P : 90x/menit, N : 18x/menit, TD : 140/90 mmHg, kolesterol : 190 mg/dL
A : Risiko terjadinya stroke tidak terjadi, tapi harus tetap diwaspadai, tujuan tercapai.
P : Intervensi dilanjutkan.



DAFTAR PUSTAKA
1.    Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC

 Dhintea :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar